KemenkopUKM Menanti Persetujuan Presiden Terkait Koperasi Multi Pihak

Pattiroi | Minggu, 10 Oktober 2021 - 13:23 WIB
"Karena one man one vote, jumlah mereka lebih banyak, tiba-tiba seorang driver menjadi pimpinan perusahaan. Hingga akhirnya kejayaan Kosti pun runtuh," papar Zabadi.

KemenkopUKM Menanti Persetujuan Presiden Terkait Koperasi Multi Pihak
Pelatihan Manajemen Koperasi bertema Penerapan Nilai Dasar dan Jatidiri Koperasi di kawasan Puncak, Bogor.
-

Bogor - Kementerian Koperasi dan UKM tengah menanti persetujuan Presiden Jokowi untuk menghadirkan  koperasi multi pihak. Koperasi model tersebut salah satu model koperasi baru yang belum pernah ada di Indonesia, tapi sudah puluhan tahun dilakukan di negara lain.

"Kita sudah siapkan Permen-nya (Peraturan Menteri, red.). Menteri Koperasi dan UKM sudah menyampaikan surat ke Presiden, mudah-mudahan dalam waktu dekat akan disetujui," ungkap Deputi Bidang Perkoperasian KemenkopUKM Ahmad Zabadi, dalam Pelatihan Manajemen Koperasi bertema Penerapan Nilai Dasar dan Jatidiri Koperasi di kawasan Puncak, Bogor, Sabtu (9/10).

Zabadi menjelaskan, sebelum diterbitkan setiap Permen itu, harus mendapat persetujuan dari Presiden RI. Terutama, untuk bermain di sektor strategis dan bersifat lintas sektor.

"Karena, memang koperasi multi pihak ini dianggap model koperasi yang bersinggungan dengan berbagai pihak. Sehingga, dibutuhkan persetujuan Presiden RI," ujar Zabadi.

Zabadi menambahkan, pembahasan rumusan dalam Permen berlangsung cukup lama karena juga melibatkan kementerian lain, seperti Kemenkumham, Setneg, dan pihak-pihak lain terkait harmonisasi.

"Alhamdulilah, sudah selesai dan sudah disetujui untuk menjadi Permen. Sekarang tinggal menunggu persetujuan Presiden RI. Begitu setuju, tinggal menjadi Permen," ulas Zabadi.

Zabadi mengilustrasikan kejayaan Koperasi Taksi (Kosti) di era 1990-an. Kosti bergerak di sektor transportasi taksi dengan sistem kepemilikan usaha dengan sistem owner, operator, dan driver.

Pada zaman itu, lanjut Zabadi, Kosti menjadi role model sehingga lahirlah perusahaan taksi lain seperti Putra, Cempaka, dan sebagainya, yang meniru cara Kosti. "Setiap driver merupakan pemilik unit mobil taksi. Jadi, setiap lima tahun, para driver pasti dapat mobil baru," kata Zabadi.

Saat itu, Kosti didirikan merupakan gabungan antara profesional dan orang orang yang punya komitmen untuk mengembangkan suatu transportasi berbasis owner operator. Kemudian, berjalan bagus karena koperasi dimenej secara profesional oleh profesional.

Sayangnya, ungkap Zabadi, pada 1999 terjadi eforia dari para supir taksi yang juga merasa berhak menjadi pengurus koperasi. Akhirnya, dari pihak supir taksi mengirim orang untuk maju pemilihan ketua koperasi dalam RAT.

"Karena one man one vote, jumlah mereka lebih banyak, tiba-tiba seorang driver menjadi pimpinan perusahaan. Hingga akhirnya kejayaan Kosti pun runtuh," papar Zabadi.

Contoh lain adalah Koperasi Fontera dan Barcelona yang menerapkan sistem Koperasi Multi Pihak. "Dengan cara ini, orang-orang yang punya modal bisa masuk. Saya bisa bayangkan koperasi multi pihak ini diterapkan di koperasi-koperasi pasti akan eksis," imbuh Zabadi.

Jadi, koperasi yang sudah ada bisa berubah menjadi multi pihak. Karena, dengan adanya pihak-pihak yang bergabung, lalu bikin akte baru. "Ini dimaksudkan supaya dengan cara ini koperasi punya kesempatan untuk menghimpun sumber daya yang lebih besar," pungkas Zabadi.