Surabaya - Komite II DPD RI melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Jawa Timur terkait pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan.
Komite II DPD RI berharap agar UU tersebut mampu mendorong kebijakan pemerintah untuk peningkatan produksi pertanian, terutama di daerah-daerah yang menjadi lumbung pangan nasional.
Ketua Komite II DPD RI, Yorrys Raweyai, menilai keberadaan UU 22/2019 dapat memberikan dorongan kepada petani untuk mengembangkan pertanian dan menjadi dorongan bagi pemerintah pusat dan daerah untuk dapat merumuskan kebijakan peningkatan produksi pertanian dan kesejahteraan para petani.
Dirinya berharap agar implementasi UU tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan dapat berjalan dengan baik di Jawa Timur dan menjadi pendorong meningkatnya produksi pertanian yang akan mesejahterakan petani.
“Sistem budi daya tanaman perlu memberikan kontribusi pada pembangunan pertanian yang mensyaratkan peningkatan produktivitas dan efisiensi agar mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ucap Yorrys dalam pertemuan dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kantor Pemerintah Provinsi Jawa Timur hari Selasa (11/2/2020).
Dalam rapat tersebut, Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesra Setda Jawa Timur, Ardo Sahak, mengatakan jika Jawa Timur disebut lumbung pangan nasional karena produksi pertanian dan peternakannya mengalami surplus, dan itu bisa menopang kebutuhan pangan di provnsi lain di Indonesia. “Jawa Timur banyak menyuplai hasil pertanian dan peternakan ke provinsi lainnya,” jelas Ardo.
Menurut Kepala Dinas Pertanian Pemprov Jatim, Hadi Sulistyo, produksi pertanian di Jawa Timur didominasi oleh padi, jagung, dan kedelai. Pada tahun 2019 mengalami surplus sebesar 2,3 juta ton dan jagung mengalami surplus sebesar 4,3 juta ton.
“Kontribusi tanam pangan di Jawa Timur, untuk tahun 2018, padi menyumbang 18,6 persen, jagung 21,8 persen. Untuk 2019, padi 19,27 persen, jagung 22,46 persen, kedelai 33,83 persen. Jadi ada kenaikan di tiap tahunnya,” jelas Hadi.
Hadi juga mengungkap beberapa permasalahan yang dihadapi pertanian di Jawa Timur pada tahun 2020 ini. Yaitu menurunnya alokasi pupuk bersubsidi ke Jawa Timur dan permasalahan alih fungsi lahan pertanian yang produktif menjadi lahan lain. Untuk pupuk bersubsidi, dirinya mengungkapkan pada tahun 2019, Jawa Timur mendapat alokasi 2,6 juta ton pupuk, dan di 2020, dari usulan 4,9 juta, disetujui 1,3 juta ton.
Terkait pencegahan alih fungsi lahan, Hadi mengatakan bahwa Pemprov Jatim sudah mengeluarkan Perda Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), namun saat ini baru 14 dari 29 kabupaten/kota yang telah membuat perdanya. (Mar)