DPR Dorong Transparansi Dana BPDPKS

Kiki Apriyansyah | Rabu, 25 Mei 2022 - 19:53 WIB
DPR Dorong Transparansi Dana BPDPKS
Riezky Aprelia Anggota Komisi IV DPR RI (kiri), Rudi Hartono Bangun Anggota Komisi VI DPR RI (kiri kedua), Anggia Erma Rini Wakil Ketua Komisi IV DPR RI (kanan kedua) dan Piter Abdullah Direktur Riset Of Reform On Economics (CORE) Indonesia (Kanan).
-

Jakarta - DPR melalui Wakil Ketua Komisi IV Anggia Erma Rini mendorong transparansi dana sawit yang ada di BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit).

Dalam banyak rapat dengan Komisi IV DPR RI disebut tak pernah transparan. Khususnya soal anggaran yang dikelola sebesar Rp100 triliun lebih maupun data perkebunan sawit yang selama ini menjadi sumber penghasilan utama minyak goreng untuk di dalam negeri maupun ekspor.

Demikian disampaikam Wakil Ketua Komisi IV DPR RI FPKB Anggia Erma Rini dalam diskusi “Subsidi Minyak Goreng, Kinerja BPDPKS Dipertanyakan?” bersama anggota Komisi IV DPR FPDIP Rizky Aprilia, anggota Komisi VI DPR RI F-NasDem Rudi Hartono dan pengamat sawit dari CORE Indonesia, Piter Abdullah di Media Center MPR/DPR/DPD RI, gedung Nusantara III, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu 25/5/2022.

Lebih lanjut Anggia menilai bahwa bicara BPDPKS itu bikin masyarakat emosi, yang intinya jangan ada dusta diantara kita.

"Seharusnya dengan dana besar dan pengelolaan yang tepat dan transparan tak akan ada kelangkaan, tak mahal, tak perlu antrean, apalagi menelan korban jiwa,” katanya.

Kalau selama ini dibilang untuk biodesel, lalu tanya Anggia, yang menikmati subsidi itu siapa? “Kan konglomerat. Padahal, berbagai pungutan untuk ekspor itu juga berasal dari petani sawit. Lalu, BPDPKS itu EO atau apa? Pendampingan untuk petani sawit saja tak ada. Semuanya semrawut, tak jelas, sehimgga perlu evaluasi penggunaan anggaran dan kebijakan BPDPKS ini,” jelas Ketua Umum Fatayat NU itu.

Lebih lanjut, Legislator Fraksi PKB daerah pemilhan (Dapil) Jawa Timur VI itu menuturkan, sejauh ini rapat-rapat yang digelar Komisi IV dengan BPDPKS tak cukup menghasilkan sejumlah informasi yang dibutuhkan dewan.

Kebetulan saya Ketua Panja Kelapa Sawit saat ini, dua kali kita undang BPDPKS dan banyak hal yang kita nggak dapat jawaban. Mentok," ujar Anggia.

Atas ketidakjelasan tersebutlah kata Anggia, yang menjadikan masyarakat belum bisa menerima dan tidak memahami kenapa Migor ini langka, mahal, harus antrean dan sampai menelan korban jiwa. “Ini tak boleh terulang lagi,” katanya.

Riezky Aprilia menambahkan, Harus ada kebijakan yang sustainable, berkelanjutan yang dilakukam oleh BPDPKS.

“Jangankan soal keuangan, data perkebunan kelapa sawit saja kita gak pernah dapat. Jangan ada ego sektoral? Kalaupun ada pidana ini langkah terakhir meski ketidakberesan ini kadang sering diulang-ulang. Maka ke depan harus sama-sama punya roadmap, perencanaan berkesinambungan,” tambahnya.

Menyinggung bantuan langsung tunai (BLT), Rudi Hartono menegaskan subsidi mesti langsung diserahkan pada masyarakat, bukan ke perusahaan. “Sebab, kalau ke perusahaan belum tentu sampai pada rakyat. Ke depan migor ini akan makin mahal karena dibutuhkan miliran orang di dunia. Karenanya perlu kebijakan yang tepat, agar kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan tidak mahal,” ungkapnya.

Sementara itu, Piter menyoroti 11 kebijakan pemerintah yang selama ini maju mundur, berubah-ubah. Tidak siap. Bahkan cenderumg mengorbankan industrinya. Padahal, CPO mahal ini menjadi berkah untuk Indonesia, karena negara mendapat masukan besar, petani sawit beruntung, dan ekonomi rakyat di bawah bisa bergerak dan tumbuh dengan baik. “Jadi, kesemrawutan selama ini yang harus dibenahi. Termasuk BPDPKS yang tenang-tenang saja,” katanya.