Tujuh Dugaan Kejahatan Luar Biasa dalam Penerbitan Surat KPK

Rulli Harahap/Armei | Kamis, 26 Januari 2023 - 18:49 WIB
Tujuh Dugaan Kejahatan Luar Biasa dalam Penerbitan Surat KPK
Khresna Guntarto, Kuasa Hukum PT. Bumigas Energi (kedua dari kanan)
-

Jakarta - Perbuatan Deputi Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pahala Nainggolan menerbitkan Surat Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK) kepada PT. Geo Dipa Energi (Persero) diduga kuat atas perintah ketua KPK priode 2015-2019. Surat tersebut dengan nomor B/6004/LIT.04/10-15/09/2017 tanggal 19 September 2017 melanggar pasal 12 ayat 2 huruf b UU nomor 19 tahun 2019 tentang perubahan kedua atas undang-undang nomor 30 tahun 2022 tentang KPK.

Surat tersebut digunakan untuk menyingkirkan PT. Bumigas Energi dalam pengelolaan panas bumi di Dieng dan Patuha memalui sengketa di Badan Arbitrasi Nasional Indonesia (BANI) 1 yang memiliki kekuatan hukum tetap dengan keputusan menghidupkan kembali kontrak kerjasama.

Melaui surat KPK tersebut, Pahala Nainggolan menyatakan seakan-akan PT. Bumigas Energi tidak pernah membuka rekening di tahun 2002 pada HSBC Hongkong, sebagai bukti ketersediaan dana first drawdown. Hingga akhirnya Bumigas Energi dikalahkan oleh majelis arbitrasi BANI ke-2 dengan pertimbangan surat KPK tersebut.

“Pahala maupun pimpinan KPK priode 2015-2019 melanggar UU KPK,” kata Khresna Guntarto, Kuasa Hukum PT. Bumigas Energi.

Perbuatan Pahala menerbitkan Surat untuk Geo Dipa tersebut seakan permintaan informasi perbankan kepada HSBC Indonesia dari penyidik KPK. Kemudian wajib diungkap serta merta oleh lembaga perbankan sehubungan proses penyidikan dugaan tindak pidanana korupsi yang telah menetapkan tersangka.

Pada hal, tidak pernah sedikitpun Bumigas Energi diperiksa KPK apalagi sampai ditetapkan tersangka. “Klaim sepihak Deputi Pencegahan KPK mengenai adanya permintaan informasi kepada pihak HSBC Indonesia, patut dipertanyakan dan dipersoalkan,” kata Khresna.

Pasal 12 ayat 2 huruf b UU KPK berbunyi, “dalam melaksakan tugas penyidikan, KPK berwenang meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa.

“Jadi penyidik KPK memang dapat meminta informasi perbankan dengan catatan proses penyelidikan dan yang diminta adalah sehubungan informasi perbankan tersangka. Faktanya, tidak pernah ada penyidikan ataupun tersangka dari pihak Bumigas Energi,” jelasnya.

KPK juga berhak meminta informasi perbankan dalam situasi pelaporan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Pemberi laporan memberikan surat kuasa kepada KPK cq Direktorat LHKPN untuk dapat membuka rekeningnya sewaktu dibutuhkan. Dengan demikian, jika bukan penyidikan ataupun penyelidikan dibutuhkan konsen persetujuan dari terperiksa.

Jika Pahala berdalih permintaan informasi perbankan dilakukan dalam rangka penyelidikan haruslah dilakukan dengan bantuan PPATK (Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan). Hal tersebut harus dilakukan dalam rangka fungsi intelijen dan informasinya masih bersifat rahasia. Sehingga tidak begitu saja diberikan kepada PT Geo Dipa Energi.

“Karena tidak pro justitia, sifatnya tidak matang dan pasti dan hanya dilakukan untuk kepentingan internal penyelidik, diluar itu tidak ada alternatif yang diberikan oleh UU,” katanya.

Ada tujuh fakta yang dapat menunjukkan bahwa Pahala Nainggolan diduga kuat salah dalam menerbitkan surat tersebut. Yaitu, bukan tugas pokok dan fungsi dari Deputi Pencegahan KPK, klaim informasi berasal dari HSBC Indonesia tidak benar, klaim informasi berasal dari Kejaksaan Agung yang terbang ke hongkong masih simpang siur dan klaim adanya surat Kejaksaan Agung sebagai sumber informasi adalah tidak benar.

Kemudian, seluruh klaim dan dalih Pahala Nainggolan bertentangan dengan keterangan HSBC Hongkong, otoritas jasa keuangan telah memberikan keterangan tidak pernah ada izin permintaan informasi perbankan Bumigas Energi dari KPK dan Bumigas Energi telah audiensi dengan KPK serta perbutan Pahala Nainggolan menerbitkan surat tersebut dipertanyakan internal KPK.