Dituding Tak Memiliki Rekening HSBC, Deputi Pencegahan KPK: Buktikan Kalau Punya

Rulli Harahap | Jumat, 30 Desember 2022 - 17:00 WIB
Dituding Tak Memiliki Rekening HSBC, Deputi Pencegahan KPK: Buktikan Kalau Punya
Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan
-

Jakarta - Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan menyadari bahwa surat terbitannya yakni surat KPK Nomor B/6004/LIT.04/10-15/09/2017 perihal 'Tanggapan terhadap Permohonan Bantuan Klarifikasi ke PT HSBC Indonesia telah merugikan PT Bumigas Energi (BGE) dalam sengketa proyek panas bumi.

"Mereka percaya surat gue yang bikin dia (PT BGE) kalah karena dia masuk lagi ke BANI nah itu menang, digugat ke PN Selatan, dia naik lagi kalah. Udah habis selesai," ujar Pahala kepada wartawan di ruang kerjanya belum lama ini.

Ia menegaskan surat tersebut asli dan atas perintah dari ketua KPK masa jabatan Agus Raharjo. Pahala pun mengklarifikasi bahwa penerbitan surat bantuan itu atas dasar institusi KPK.

"Argumen gua ini bukan Pahala individu yang nulis. Ini institusi deputi pencegahan. Gua sebut atas nama pimpinan dan ada perintahnya atas latar belakang apa 'enggak tahu'," lugasnya.

Atas surat tersebut, PT BGE merasa keberatan karena menilai surat 'bantuan' untuk PT Geo Dipa Energi (GDE) itu sebagai senjata untuk mengalahkan BGE di setiap persidangan. Maka, Pt BGE pun meminta Pahala melakukan konfrontasi antara pihak BGE dengan KPK, PT GDE, kejaksaan, dan PT HSBC Indonesia.

Namun, permintaan itu langsung ditolak oleh Pahala. "Enggak penting tuh, gunanya apa. Itu konfrontasi gunanya apaan. Apalah kira-kira outputnya," tegasnya.

Diketahui dalam surat tersebut tertulis PT BGE tidak memiliki rekening HSBC Hongkong baik yang masih aktif atau tidak aktif dalam proyek panas bumi dengan PT GDE. Pahala pun menantang PT BGE untuk membuktikan isi surat itu salah.

"Ya dibuktikan aja kalau dia punya, gampang aja, ngapain konfrontasi sama gua," ia menambahkan.

Oleh karena itu, analis hukum Themis Justice Mission menjelaskan terjadi penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Pahala Nainggolan. Tim Themis mengutip Pasal 17 dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yakni penggunaan wewenang oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam mengambil keputusan dan/atau tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan yang dilakukan dengan melampaui wewenang, mencampuradukkan wewenang dan/atau bertindak sewenang-wenang.

"Dalam Perkara a quo, wujud penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Pahala Nainggolan adalah penyalahgunaan kewenangan untuk melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan kepentingan umum atau menguntungkan kepentingan pribadi, kelompok atau golongan," ujar Themis melalui rilisnya.

Dengan adanya surat tanggapan terhadap Permohonan Bantuan Klarifikasi ke HSBC dan kemudian dilakukan dengan cara yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, dan tidak dengan prosedur yang jelas merupakan nyata-nyata tindakan penyalahgunaan kewenangan dan kemudian menguntungkan kepentingan PT GDE.

Berdasarkan pengertian dalam pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia yang menguraikan unsur dari pemenuhan suatu tindakan administrasi poin kedua.

"Yang melampaui wewenang, atau menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, atau termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik," kata Themis.

Tim Themis mengatakan KPK dalam hal ini Deputi Pencegahan KPK telah bertindak di luar kewenangannya, karena urusan perbankan adalah wewenang Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

"Secara internasional PPATK merupakan suatu Financial Intelligence Unit (FIU) yang memiliki tugas dan kewenangan untuk menerima laporan transaksi keuangan, melakukan analisis atas laporan transaksi keuangan, dan meneruskan hasil analisis kepada lembaga penegak hukum.


baca juga :