Jakarta - Tiga bank di Amerika Serikat rontok. Perbankan itu adalah, Silicon Valley Bank (SVB), Silvergate Bank dan terakhir adalah Signature Bank.
Silicon Valley Bank (SVB) memiliki basis pelanggan korporat berasal dari industri rintisan berbasis teknologi (startup). Sedangkan Silvergate Bank dan Signature bank memiliki basis pelanggan korporat yang besar dari industri mata uang kripto.
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, jatuhnya bank di Amerika Serikat itu, tidak menimbulkan efek domino terhadap perbankan di Indonesia.
"Kami selalu mencermati setiap perkembangan baik perbankan nasional maupun internasional, jadi ketika kami mendengar kabar tersebut kami segera melakukan investigasi terkait pengaruhnya kepada perbankan di Indonesia, hasilnya dampak secara langsung relatif tidak ada," ungkap Purbaya di Jakarta.
Menurutnya, selama Indonesia menjaga kebijakan dalam negeri dengan baik, perbankan nasional akan tetap aman dan stabilitasnya terjaga.
Hal ini mengingat bank-bank di Indonesia tidak ada yang memiliki memiliki portofolio surat berharga sangat besar seperti milik SVB. Selain itu, level permodalan perbankan nasional masih sangat tebal dan berada di angka 25,93% per Januari 2023.
"Kondisi likuiditas perbankan saat ini juga dalam keadaan yang sangat memadai. Alat likuid/non-core deposit atau AL/NCD dan alat likuid atau dana pihak ketiga atau AL/DPK per Januari 2023 masing-masing sebesar 129,64 persen dan 29,13 persen. Nilai ini sekitar dua setengah kali di atas threshold," paparnya.
Kemudian, ia menyatakan bahwa di tahun 2023 ini tidak ada bank bermasalah. Faktor pendukung lainnya adalah kebijakan moneter yang tepat serta LPS yang tidak menaikkan bunga secara signifikan.
"Artinya stabilitas keuangan dan perbankan dalam negeri dijaga untuk dapat terus tumbuh. Walaupun masih ada ketidakpastian global, selama kebijakan kita baik dan terus menjaga permintaan domestik, ekonomi kita masih bisa tumbuh," ungkapnya.
Purbaya menilai, Indonesia dapat tumbuh dengan baik di tengah tekanan eksternal dan potensi resesi di beberapa negara maju ekonomi. Pada tahun 2022 silam, Indonesia mampu tumbuh impresif sebesar 5,31 persen. Resiliensi ekonomi Indonesia tersebut ditopang oleh besarnya konsumsi domestik.
Konsumsi domestik yang besar menyebabkan guncangan yang terjadi di tingkat global dapat diredam oleh solidnya ekonomi domestik. Konsumsi domestik ini berkontribusi 52,81 % dari PDB Kuartal IV 2022.