Bank Tanah Ditelan Pengusaha Kelas Kakap

Agung Nugroho | Sabtu, 22 Juni 2024 - 09:08 WIB
Faisal Basri menilai bank tanah itu justru ditelan para pengusaha kelas kakap bukan untuk rakyat.

Bank Tanah Ditelan Pengusaha Kelas Kakap
Pakar ekonomi Faisal Basri justru mempertanyakan kepada siapa bank tanah itu diperuntukkan.. Dok: Ist
-

Jakarta - Pemerintah mencanangkan bank tanah untuk rakyat agar memiliki investasi tanah jangka panjang. Bank Tanah adalah mesin konsolidasi tanah bagi para pengusaha, konglomerat, dan badan usaha skala besar.

Kendati demikian kehadiran bank tanah ini menuai protes keras dari sejumlah elemen masyarakat di tengah krisis ekonomi saat ini.

Pakar ekonomi Faisal Basri justru mempertanyakan kepada siapa bank tanah itu diperuntukkan. Lantaran, ia menilai bank tanah itu justru ditelan para pengusaha kelas kakap bukan untuk rakyat.

Terlebih adanya kewajiban masyarakat membeli rumah lewat kebijakan Tapera yang memotong gaji ASN maupun swasta secara sepihak. Hal ini dinilainya pemerintah ugal-ugalan dalam mencari sumber dana.

"Bank tanah untuk siapa? Bank tanah itu bukan untuk public housing, tapi untuk investasi pengusaha besar. Jadi, waduh ini sudah keterlaluan, bebannya. Di tengah daya beli yang makin merosot, makin cenderung melemah, itu ditambah lagi ada drakula baru, yang menyedot darah rakyat itu 2,5 persen dari gajinya ya udah kelepekan," kata Faisal Basri dikutip dalam akun YouTube Novel Baswedan di Jakarta, Sabtu (22/6/2024). 

Faisal Basri mengatakan ada pengusaha kelas kakap di PIK dan BSD yang proyeknya diberi status atau cap proyek strategis nasional (PSN).

Menurutnya mereka mendapatkan berbagai fasilitas oleh negara, di antaranya fasilitas keamanan lantaran dianggap objek vital. Serta fasilitas kebutuhan impor lewat leluasanya bea masuk ke Indonesia.

 "Vitalnya di mana gitu kan? lebih vital pertanian kemudian mereka dapat fasilitas bikin import list. Kebutuhan-kebutuhan impornya bisa dilakukan, direalisasikan terhadap bea masuk. Itu yang terjadi selama ini. Itu fasilitas diberikan semua demi namanya Berhala investasi itu," katanya.

Disinggung mengenai kriteria PSN, Faisal mengurai bahwa PSN itu seharusnya bisa menyerap tenaga kerja lebih banyak, penerimaan ekspor tinggi, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerah setempat yang dapat berkontribusi besar terhadap pendapatan nasional termasuk penerimaan pajak.

Namun, faktanya hal itu tidak terjadi di dalam sejumlah proyek dengan label PSN itu.

"Lah kalau kita lihat misalnya PIK. Apa ya kontribusinya? tenaga kerja ada, barangkali waktu konstruksinya, mereka ada satpam. Tapi secara nasional kecil sekali. Kemudian ekspor yang gak ekspor, perumahan itu, ya tidak tahu," ujarnya.

"Kemudian di BSD. Apa ya kontribusinya? apa ya strategisnya? misalnya mereka menjadi pionir smart city, mereka menggunakan energi bersih, ini kan tidak terjadi sama sekali jadi asal aja berani bayar berapa lu," tutupnya. (Gun