Jakarta - Wakil Ketua MPR RI dari Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) menjelaskan bahwa Konsep Bhinneka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tetapi satu, menjadi penting dalam memperkuat persatuan bangsa.
Namun, seiring dengan perkembangan zaman, keberagaman ini terkadang bisa menjadi celah yang dimanfaatkan pihak atau kelompok tertentu, untuk menyebarkan ideologi yang radikal, ekstrim, yang bisa merusak kedamaian dan kerukunan sosial.
"Sehingga tentu pertanyaannya, apa sesungguhnya deradikalisasi? Deradikalisasi adalah sebuah proses yang mengubah pola pikir yang ekstrem menjadi lebih moderat," kata Ibas di acara Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan MPR RI yang mengusung tema "Berbeda Tetap Satu: Perkuat Sosial, Lawan Radikalisme".
Dalam acara yang digelar pada Kamis (12/12) Ibas mengatakan bahwa radikalisme di Indonesia biasanya disebabkan oleh beberapa hal.
Hal tersebut adalah ketidakadilan sosial karena tidak adanya kesetaraan dalam ekonomi, masuknya paham pengaruh ideologi yang ekstrim dengan pemahaman yang salah, ketidakpuasan dalam sistem politik dan pemerintahan dan perbedaan dialog antara bermacam agama.
Acara ini dihadiri oleh ratusan mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia. Hadir pula, M. Syauqillah, Ketua Program Studi Kajian Terorisme, Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia.
Menurut Ibas, diperlukan integrasi Bhinneka Tunggal Ika dalam deradikalisasi. Salah satunya adalah dengan membangun kesadaran toleransi karena perbedaan adalah bagian dari kekayaan bangsa.
"Kita harus toleran, sesama mahasiswa, sesama kampus, di antara kampus yang lain pun harus toleran. Kita harus tahu bagaimana kita menjaga sikap toleransi tidak hanya beragama, berbudaya, tetapi juga berkehidupan," pungkasnya.
Dari sisi pendidikan, diperlukan pendidikan berbasis pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Hal ini berkaitan dengan kesadaran pentingnya menjaga persatuan di tengah perbedaan. Tak kalah penting, diperlukan juga ruang dialog lintas agama dan budaya untuk mengurangi kesalahpahaman.
"Agar agama, budaya, berbagai macam tokoh juga dapat memberikan ruang, kesempatan yang tepat dalam berkomunikasi dalam keharmonian," ujar Ibas.
Selain itu, Ibas berpendapat bahwa pembangunan dan peningkatan kesejahteraan agar merata juga perlu dipastikan. Dari sisi parlemen, Ibas menjelaskan bahwa MPR RI sedang memikirkan bagaimana produk pilar kebangsaan ini menjadi mata pelajaran di sekolah.
"Kita ingin kesempatan pendidikan, kesempatan kesehatan, kesempatan untuk mendapatkan fasilitas publik dari negara harus juga dapat dirasakan oleh semua masyarakat yang ada di Indonesia," katanya.
"Tidak hanya di SD, SMP, dan seterusnya. Dengan cara yang tepat, dengan penyajian yang terukur dan sesuai agar ke depan bangsa kita punya kekokohan dalam pemikiran. Supaya generasi Z, generasi alpha, dan seterusnya juga masih mengetahui dan tahu tentang cita-cita bangsa kita, tentang pilar-pilar kebangsaan kita," lanjutnya.
Menurut Ibas, kita juga perlu mengawal dan mendukung pemerintah dalam menciptakan program pro rakyat berkeadilan.
"Pemberdayaan ekonomi, peningkatan keterampilan melalui peluang-peluang kerja agar bonus demografi mahasiswa-mahasiswi yang akan menempati ruang-ruang kerja ini juga bisa mendapatkan peluang yang sama, atau setidaknya para mahasiswa-mahasiswi juga memiliki pikiran bagaimana suatu saat juga bisa menciptakan pekerjaan-pekerjaan, lapangan-lapangan pekerjaan," jelasnya.
Lebih lanjut, mengajak para peserta yang hadir, terutama generasi muda untuk berperan aktif dengan semangat Pancasila, UUD'45, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
"Deradikalisasi yang didasarkan pada prinsip Bhinneka Tunggal Ika akan membantu mengurangi potensi radikalisasi di masyarakat. Dengan demikian, hebatnya negara kita, baiknya negara kita, beruntungnya negara kita, karena kita memiliki empat pilar kebangsaan dan kita semua yang ada di sini, punya peran yang besar, peran yang benar-benar harus kita teruskan," pungkasnya.
"Bagaimana generasi muda kita, anak cucu kita ke depan yang terus menguasai, mahir dalam penggunaan teknologi, atau yang sering kita dengar sebagai digital savvy (kemampuan untuk menggunakan teknologi digital secara efektif dan cerdas) dan punya kemampuan yang dapat terus menciptakan narasi positif, unggul, yang dapat mengurangi atau mengentaskan laju-laju radikalisme di negara Indonesia," lanjut Ibas.
"Perjuangan panjang bangsa ini terasa ringan jika dilakukan bersama-sama. Mari, satukan langkah demi kemajuan besar kita. Bunga melati, harum mewangi, tumbuh subur di taman surgawi. Empat pilar kita jadikan strategi, bersama kita lawan radikalisasi," tutup Ibas.
Senada, M. Syauqillah menyampaikan bahwa saat ini kita harus mendukung kebijakan pemerintah dalam memperkuat langkah strategis mengatasi radikalisme.
"Pemerintah terus memperkuat langkah-langkah strategis dalam mengatasi radikalisme yang mengancam ideologi negara. Melalui Prinsip Asca Cita, yang menjadi landasan pemerintahan periode 2024-2029, pemerintah berkomitmen untuk memperkokoh Pancasila sebagai dasar utama dalam melindungi keutuhan bangsa," ucapnya.
"Langkah ini mencerminkan sinergi antara penguatan nilai-nilai kebangsaan dan penegakan hukum yang efektif, sebagai upaya nyata dalam menjaga stabilitas nasional dan memerangi radikalisme secara menyeluruh dan kita harus mengawal serta mendukung dengan kerja sama," ujarnya.
Salah satu peserta acara yang hadir, Maria Anantasya dari Universitas Pertahanan RI menyampaikan apresiasi atas partisipasinya dan teman-temannya dalam acara ini.
"Senang sekali, kami sebagai generasi muda dilibatkan dalam sosialisasi empat pilar kebangsaan ini. Apalagi ada Pak Ibas, sehingga kami sangat tertarik mendengarkan materi yang disampaikan. Untuk Mas Ibas terima kasih atas wawasan-wawasan baru yang diberikan pada kami. Semoga sebagai generasi muda, kita bisa berkontribusi," ucapnya.