Evaluasi Program MBG, Eko Kurnia Ningsih: Indikator Gizi Belum Jelas dan Pemerataan Masih Terkendala

Kiki Apriyansyah | Selasa, 06 Mei 2025 - 11:56 WIB
Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) kembali menjadi sorotan di parlemen, setelah anggota Komisi IX DPR RI Eko Kurnia Ningsih mengkritik belum meratanya distribusi program ke daerah rentan dan absennya evaluasi status gizi penerima manfaat, yang dinilai berpotensi menghambat tujuan utama program dalam menekan angka stunting dan membangun SDM unggul.

Evaluasi Program MBG, Eko Kurnia Ningsih: Indikator Gizi Belum Jelas dan Pemerataan Masih Terkendala
Anggota Komisi IX DPR RI Eko Kurnia Ningsih Dok. tvparlemen
-

Jakarta - Evaluasi terhadap Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) kembali menjadi sorotan tajam di Gedung Parlemen. Program yang diharapkan mampu menjadi tulang punggung percepatan penurunan stunting ini dinilai belum menyentuh daerah-daerah rentan dan belum memiliki sistem evaluasi gizi yang memadai.

Anggota Komisi IX DPR RI Eko kurnia Ningsih, menyampaikan kritik tersebut dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) yang digelar di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa 6/5/2025.

“Hingga triwulan kedua tahun ini, penerapan program MBG di Provinsi Bengkulu masih terpusat di Kota Bengkulu. Ada enam titik SPPG yang aktif dan rencananya akan ditambah tiga lagi. Tapi, bagaimana dengan kabupaten-kabupaten lain yang justru tingkat stunting dan gizi buruknya lebih tinggi?” ungkap Politisi PDIP tersebut.

Ia menilai, belum ada kejelasan soal evaluasi status awal gizi siswa penerima manfaat. Padahal, menurutnya, data tersebut penting untuk memastikan program ini benar-benar sejalan dengan visi Presiden dalam membangun SDM unggul dan sehat.

“Tanpa baseline data yang jelas, bagaimana kita bisa tahu bahwa program ini berdampak nyata?” tegasnya.

Lebih lanjut, Eko mengungkapkan bahwa Pemprov Bengkulu sebenarnya telah mengusulkan perluasan program ke 20 titik sekolah di berbagai kabupaten. Namun, belum semua disetujui oleh pemerintah pusat karena alasan sinkronisasi data dan kesiapan teknis.

“Kalau hanya sekolah yang infrastrukturnya sudah siap yang bisa dapat MBG, lantas bagaimana dengan sekolah yang justru berada di daerah miskin gizi? Jangan sampai program ini malah bias ke wilayah perkotaan,” tambahnya.

Dalam skala nasional, angka penerima manfaat MBG dan insiden-insiden seperti keracunan makanan memang menjadi perhatian. Namun, Eko menegaskan bahwa indikator keberhasilan sejati adalah penurunan prevalensi stunting dan pemerataan akses gizi yang adil.

Dirinya pun mendesak agar Badan Gizi Nasional memberikan penjelasan yang transparan mengenai arah kebijakan dan evaluasi administratif program MBG.

Hingga berita ini diterbitkan, BGN belum merespons secara resmi usulan dari Provinsi Bengkulu maupun pertanyaan terkait sistem evaluasi gizi siswa penerima manfaat.


baca juga :