Maman Imanulhaq Desak Evaluasi Total Penyelenggaraan Haji 2025, Soroti Digitalisasi dan Kesiapan Arab Saudi

Kiki Apriyansyah | Rabu, 11 Juni 2025 - 15:45 WIB
Maman menyoroti berbagai persoalan mulai dari percepatan timeline haji 2026 oleh Arab Saudi, pelaksanaan haji yang paling sepi dalam 30 tahun terakhir, hingga tantangan besar akibat transformasi digital dan perubahan sistem layanan di Arab Saudi.

Maman Imanulhaq Desak Evaluasi Total Penyelenggaraan Haji 2025, Soroti Digitalisasi dan Kesiapan Arab Saudi
Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PKB Maman Imanulhaq, saat menyampaikan paparannya dalam forum legislasi dengan tema "Optimalisasi Penyelenggaraan Haji Lewat Revisi UU Penyelenggaraan Haji dan Umrah" di Gedung Nusantara I, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (11/6/2025).
-

Jakarta — Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PKB Maman Imanulhaq, menegaskan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap penyelenggaraan ibadah haji tahun ini.

Hal tersebut disampaikannya dalam Forum Legislasi bertema “Optimalisasi Penyelenggaraan Haji Lewat Revisi UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah” di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (11/6/2025).

Menurut Maman, percepatan timeline haji oleh Arab Saudi harus menjadi perhatian serius. "Bayangkan, timeline haji 2026 sudah diumumkan. Pemberangkatan akan dimulai pada April, dan persiapan sudah harus dimulai sejak Februari. Ini memerlukan kesiapan luar biasa dari seluruh pemangku kepentingan," ujarnya.

Maman juga menyoroti bahwa pelaksanaan haji tahun ini merupakan yang paling sepi dalam tiga dekade terakhir. “Baru kali ini, menurut orang-orang Arab Saudi, suasana haji sangat lengang. Ini mengindikasikan dinamika besar yang perlu dipahami bersama,” katanya.

Lebih lanjut, Maman mengungkapkan bahwa perubahan mendasar dalam sistem penyelenggaraan haji di Arab Saudi menjadi tantangan utama, termasuk penerapan sistem syarikah yang menggantikan sistem mu’assasah. "Bahkan pihak Arab Saudi sendiri banyak yang belum siap. Apalagi dengan digitalisasi yang mereka terapkan begitu cepat dan canggih," tuturnya.

Digitalisasi ini, sambung Maman, menjadi salah satu penyebab banyaknya kendala di lapangan. "Ada data jemaah yang tidak terinput, bahkan ada yang hilang meski sudah sampai di Jeddah. Ini adalah masa transisi yang harus kita sikapi dengan bijak," tambahnya.

Meski begitu, ia mengapresiasi pencapaian Indonesia yang berhasil memenuhi kuota haji 221.000 jemaah, termasuk 17.000 jemaah haji khusus.

Maman tak segan mengkritik Kementerian Agama yang dianggap kurang responsif dalam menyampaikan informasi ketika terjadi kekacauan. Ia menekankan pentingnya pembentukan badan Haji yang memiliki humas kuat dan mampu menjelaskan situasi dengan transparan.

Ia juga menyoroti pentingnya revisi Undang-Undang Haji agar peran regulator, eksekutor, dan pengawas lebih jelas. "Saat ini, regulator bisa merangkap sebagai pelaksana, bahkan kadang-kadang juga sebagai pengawas. Ini membingungkan dan tidak sehat," tegasnya.

Dalam revisi UU yang tengah dibahas, Maman menyatakan ingin memperjelas posisi KBIH, travel, hingga haji Furoda. "Memang Furoda adalah prerogatif Arab Saudi, tapi bukan berarti kita abai. Negara harus tetap hadir untuk melindungi hak jemaah, bahkan yang membayar hingga Rp1,2 miliar sekalipun," katanya.

Masalah istitha’ah atau kemampuan jemaah juga menjadi perhatian. Maman menyayangkan masih adanya jemaah dengan kondisi kesehatan buruk yang dipaksakan berangkat. “Ada yang meninggal bahkan sebelum sempat berangkat. Ini menunjukkan lemahnya seleksi kesehatan,” tegasnya.

Ia juga menekankan pentingnya membentuk tim profesional dalam manajemen haji, yang paham detail teknis hingga harga-harga satuan di lapangan. “Haji bukan sekadar soal doa dan sabar. Kita perlu orang yang paham detail logistik, bukan hanya ustaz yang memimpin doa,” sindirnya.

Sebagai penutup, Maman mengingatkan bahwa haji adalah etalase hadirnya negara. Ia berharap ke depan semua kementerian dan lembaga yang terlibat termasuk Kementerian Perhubungan, Kesehatan, dan Luar Negeri ikut aktif memastikan jemaah haji Indonesia mendapatkan pelayanan yang aman, nyaman, dan layak.

“Haji adalah panggilan Allah. Tapi negara wajib memastikan bahwa mereka yang berangkat benar-benar menjadi tamu Allah yang mabrur,” pungkasnya.


baca juga :