Sri Meliyana Desak Satu Data PBI JKN yang Akurat dan Seragam, Tak Lagi Timbulkan Kebingungan Publik

Kiki Apriyansyah | Selasa, 15 Juli 2025 - 17:30 WIB
Sri Meliyana menegaskan pentingnya satu data yang akurat, dinamis, dan disepakati seluruh pemangku kepentingan agar tidak terus menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat.

Sri Meliyana Desak Satu Data PBI JKN yang Akurat dan Seragam, Tak Lagi Timbulkan Kebingungan Publik
Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Gerindra Sri Meliyana
-

JAKARTA – Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Gerindra, Sri Meliyana, menekankan pentingnya kehadiran satu data yang akurat dan dinamis untuk penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PBI JKN). 

Hal ini disampaikannya dalam Raker, RDP, dan RDPU bersama Komisi IX DPR RI dengan Pemerintah yang membahas sinkronisasi data berbasis Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN) di Gedung Nusantara I, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (15/7/2025). 

"Setelah bertahun-tahun kita menghadapi persoalan data PBI JKN yang terus tumpang tindih antara Kementerian Sosial dan Kementerian Dalam Negeri, besar harapan saya hari ini kita bisa punya satu data yang benar-benar disepakati semua pemangku kepentingan," ujar Meliyana.

Ia menyoroti masih adanya selisih data yang cukup besar antara data BPS, Rexosek, dan data lain dari kementerian atau lembaga terkait. Hal ini, menurutnya, berpotensi memperpanjang persoalan dan menyebabkan kebingungan publik.

"Kami ingin tahu, apakah sudah ada satu metode penyesuaian data yang bisa diterapkan seragam? Karena saat ini masih banyak pendekatan berbeda yang digunakan dan itu justru membingungkan," katanya.

Sri Meliyana juga mempertanyakan efektivitas sistem pembaruan data setiap tiga bulan. Menurutnya, pembaruan berkala justru bisa memicu keresahan di masyarakat, apalagi jika dilakukan tanpa sosialisasi yang baik.

"Kalau setiap tiga bulan kita update dan tiba-tiba data berubah ada yang hilang, ada yang muncul lalu sarana prasarana kita belum siap, itu bisa bikin masyarakat makin bingung dan kehilangan kepercayaan," tegasnya.

Meliyana juga mengingatkan pentingnya strategi komunikasi publik dalam proses penonaktifan peserta PBI JKN. Ia mencontohkan pengalaman selama lima tahun menjadi mitra BPJS Kesehatan, bahwa edukasi masyarakat tentang hak dan prosedur JKN masih belum maksimal.

"Siapa yang akan menjelaskan ke masyarakat ketika mereka tiba-tiba tak bisa mengakses layanan? Kalau reaktivasi ribet, bisa-bisa mereka memilih tidak berobat. Itu berbahaya," kata legislator asal Sumatera Selatan itu.

Ia mengusulkan adanya mekanisme reaktivasi yang sederhana dan cepat, serta meminta agar Kementerian Dalam Negeri memastikan peran aktif pemerintah daerah dalam menyosialisasikan layanan kesehatan tanpa kartu fisik.

Dalam rapat tersebut, Sri Meliyana juga mengungkapkan kekhawatirannya atas rendahnya tingkat reaktivasi peserta PBI JKN yang dinonaktifkan.

"Dari yang dikeluarkan, hanya 9 persen yang berhasil direaktivasi. Ini harus jadi perhatian serius. Apa kendalanya? Apakah sistemnya terlalu panjang, atau ada kebuntuan koordinasi antar lembaga?" ujarnya.

Meliyana berharap, dimulainya penerapan data terintegrasi sejak 25 Juni 2025 benar-benar menjadi titik awal sistem informasi kesejahteraan sosial yang solid dan tidak membingungkan publik.

"Jangan sampai data dianggap sudah sempurna tapi masyarakat masih tidak aktif. Kita perlu solusi yang memudahkan, bukan justru menambah beban masyarakat yang seharusnya dilayani negara," pungkasnya.


baca juga :