BANDUNG - Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 8% pada tahun 2028/2029. Target ambisius ini akan ditempuh melalui berbagai strategi kebijakan jangka menengah, mulai dari peningkatan produktivitas menuju swasembada pangan, energi, dan air, percepatan transformasi digital, hingga peningkatan investasi berbasis Foreign Direct Investment (FDI) berorientasi ekspor dan investasi non-APBN.
Selain itu, pemerintah juga akan mendorong deregulasi perizinan dan memperkuat sinkronisasi kebijakan fiskal dan moneter yang pro pertumbuhan.
“Pak Presiden ingin pertumbuhan kita 8%. Exactly seperti Pak Prof tadi minta, tidak ingin kita terus 5%. 5% itu extraordinary, karena di negara G20 kita termasuk top 2,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Forum Guru Besar ITB di Bandung, Kamis (18/9/2025).
Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 5,2% di tahun 2025, pemerintah telah merumuskan Paket Ekonomi 2025 dan Penyerapan Tenaga Kerja. Paket ini terdiri dari 8 program akselerasi di 2025, 4 program lanjutan di 2026, serta 5 program prioritas untuk memperluas lapangan kerja.
Airlangga menambahkan, perekonomian Indonesia pada kuartal II-2025 tetap solid dengan pertumbuhan 5,12%. Inflasi juga terkendali di level 2,31% (yoy) per Agustus 2025. PMI manufaktur berada di zona ekspansi 51,5. IHSG menguat di tengah gejolak sosial-politik yang terkendali. Neraca perdagangan surplus 63 bulan berturut-turut, mencapai USD4,17 miliar pada Juli 2025. Konsumsi domestik tetap menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi.
Pemerintah juga memperkuat kerja sama perdagangan internasional. Sejumlah langkah strategis yang ditempuh, di antaranya: Penurunan tarif dagang dengan AS dari 32% menjadi 19% untuk sektor strategis. Penyelesaian IEU-CEPA, di mana Eropa membuka 98,61% pos tarif. Akselerasi aksesi OECD untuk mendukung reformasi dan investasi. Perluasan pasar melalui CPTPP dengan Kanada, Meksiko, Inggris, dan Peru.
Menurut Airlangga, perkembangan teknologi selalu menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi global. Mulai dari revolusi industri berbasis mesin uap, kereta api dan baja, hingga era kecerdasan buatan (AI) yang berpotensi membawa pertumbuhan ekonomi dunia melampaui 20%.
“Yang kita kejar adalah pertumbuhan berbasis Silicon Valley. Ini tidak mungkin terwujud kalau perguruan tinggi seperti ITB tidak ikut berperan. Karena itu, pemerintah mendorong penguatan **sains, teknologi, engineering, dan matematika (STEM),” tegasnya.
Airlangga juga menyoroti pentingnya hilirisasi pasir silika sebagai langkah strategis dalam memperkuat industri energi terbarukan dan semikonduktor nasional.
Menurutnya, perguruan tinggi memiliki peran penting dalam pengembangan desain chip dan teknologi semikonduktor di Indonesia.
Selain itu, pemerintah akan memanfaatkan periode reformasi struktural dan konsolidasi fiskal sebagai momentum melakukan “pit stop” untuk pembaruan regulasi, mengatasi inefisiensi, serta menyusun roadmap pembangunan yang lebih jelas dan terarah.
Dalam sektor ekonomi digital, Airlangga menyebut Indonesia memimpin inisiatif ASEAN Digital Economy Framework Agreement (DEFA) yang akan menjadi kerangka kerja sama pertama di dunia.
“ASEAN-DEFA ini kita yang menginisiasi. Dunia belum pernah ada. ASEAN yang pertama. Harapannya, tahun depan sudah bisa ditandatangani, salah satunya terkait sistem pembayaran seperti QRIS,” ungkap Airlangga.
Acara ini turut dihadiri oleh sejumlah pejabat tinggi, seperti Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Ekonomi Digital Ali Murtopo Simbolon, Deputi Bidang Koordinasi Industri, Ketenagakerjaan, dan Pariwisata Mohammad Rudy Salahuddin, serta Rektor ITB Tatacipta Dirgantara dan jajaran Guru Besar ITB.