BPJPH Mulai Konsultasi Publik UU JPH di Bali, Dorong Kebijakan Halal yang Adaptif dan Inklusif

Redaksi | Sabtu, 18 Oktober 2025 - 09:09 WIB
Pemilihan Bali sebagai titik awal bukan tanpa alasan. Pulau yang dikenal dengan keragaman budaya dan semangat toleransinya ini dinilai mampu mencerminkan harmoni dan kerja sama lintas sektor dalam membangun kebijakan halal nasional yang inklusif.

BPJPH Mulai Konsultasi Publik UU JPH di Bali, Dorong Kebijakan Halal yang Adaptif dan Inklusif
Dok: BPJPH.
-

Jakarta - Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) bersama Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) dan Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan (Ditjen PP) Kementerian Hukum dan HAM RI memulai rangkaian Konsultasi Publik Pemantauan dan Peninjauan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH). Kegiatan perdana digelar di Aula Kanwil Kementerian Agama Provinsi Bali, Kamis (16/10/2025).

Pemilihan Bali sebagai titik awal bukan tanpa alasan. Pulau yang dikenal dengan keragaman budaya dan semangat toleransinya ini dinilai mampu mencerminkan harmoni dan kerja sama lintas sektor dalam membangun kebijakan halal nasional yang inklusif.

Acara dibuka oleh Kepala Biro Hukum, SDM, dan Humas BPJPH, Indrayani, didampingi Kepala Bagian Advokasi Hukum BPJPH Mahdisin, serta Kepala Bidang Penyusunan Naskah Akademik BPHN Adharinalti. Sementara Budi Astuti, Sekretaris Satgas JPH Provinsi Bali, hadir mewakili Kepala Kanwil Kemenag Bali sebagai tuan rumah.

“Kami ingin memastikan kebijakan halal senantiasa mengikuti dinamika industri dan kebutuhan masyarakat. Melalui forum ini, suara para pemangku kepentingan akan menjadi pijakan penting dalam penyempurnaan regulasi halal ke depan,” ujar Indrayani.

Dalam sambutan Kepala Kanwil Kemenag Bali yang dibacakan oleh Budi Astuti, disampaikan bahwa hingga September 2025 jumlah sertifikat halal di Bali baru mencapai 7.908, angka yang masih kecil dibandingkan total pelaku usaha yang mencapai ratusan ribu. Karena itu, penguatan literasi halal serta kerja sama lintas lembaga menjadi langkah strategis untuk mempercepat ekosistem halal di daerah.

Sementara itu, Adharinalti dari BPHN menegaskan pentingnya menempatkan Jaminan Produk Halal sebagai bagian dari sistem perlindungan konsumen sekaligus pendorong daya saing ekonomi nasional.

“Halal adalah instrumen perlindungan dan pemberdayaan ekonomi umat. Ia tidak semata label keagamaan, tetapi bagian dari visi besar pembangunan ekonomi yang berkeadilan,” ujarnya.

Dari sisi pelaku usaha, forum ini juga menjadi sarana memperdalam pemahaman industri terhadap implementasi kebijakan halal. Wira, HR Manager Quest Hotel San Denpasar, menilai kegiatan konsultasi publik ini membuka perspektif baru bahwa sertifikasi halal turut menjamin mutu dan kepercayaan pelanggan.

“Bagi kami di sektor perhotelan, informasi seperti ini sangat membantu. Ternyata halal juga berkaitan dengan standar mutu dan keamanan produk,” ungkapnya.

Peserta lain dari unsur akademisi dan pendamping halal turut menyoroti perlunya simplifikasi proses sertifikasi serta peningkatan koordinasi antarinstansi. Sementara Sri Suryaniati dari LP3H Muslimat NU Bali menambahkan pentingnya dukungan infrastruktur halal di tingkat daerah, seperti ketersediaan RPH dan RPU halal.

“Tanpa fasilitas yang memadai, pelaku usaha akan kesulitan memenuhi kewajiban sertifikasi,” katanya.

Diskusi diakhiri dengan komitmen bersama untuk menjadikan kebijakan halal sebagai sistem yang dinamis dan berkelanjutan, sejalan dengan perubahan sosial dan ekonomi masyarakat.

Kegiatan di Bali menjadi pembuka dari rangkaian konsultasi publik nasional yang selanjutnya akan digelar di Daerah Istimewa Yogyakarta. Kolaborasi BPJPH, BPHN, dan Ditjen PP ini menjadi langkah konkret memperkuat pelaksanaan UU JPH agar tetap relevan, inklusif, dan adaptif terhadap keberagaman Indonesia.