Ketua DPD RI, AA La Nyalla Mahmud Mattalitti

Pancasila Wadah Sempurna Kebhinekaan

Yapto Prahasta Kesuma | Rabu, 16 Februari 2022 - 06:51 WIB
Pancasila Wadah Sempurna Kebhinekaan
Ist.
-

Jakarta - Dengan keterbatasan berkegiatan di masa Pandemi Covid-19, agenda masing-masing alat kelengkapan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) masih dapat terlaksana dengan baik. DPD menunaikan tugas-tugas konstitusionalnya sesuai target, seperti dilakukannya penyusunan RUU Pelayanan Publik sebagai usul inisiatif dan RUU Badan Usaha Milik Desa.

DPD juga mendorong relaksasi dan stimulus kepada pelaku usaha, khususnya pariwisata, dan juga menetapkan destinasi pariwisata unggulan sebagai “Bali baru” serta mengoptimalkan peran pemerintah daerah dalam perizinan, pengelolaan, dan pengambilan kebijakan.

DPD RI periode 2019-2024 ini juga memperjuangkan sejumlah RUU luncuran (Carry Over) periode sebelumnya, diantaranya RUU Daerah Kepulauan sebagai usul inisiatif.

“Awal tahun 2020, kami menyampaikan kepada DPR agar melakukan percepatan pembahasan RUU Daerah Kepulauan, karena termasuk Prolegnas Prioritas Tahun 2020,” kata Ketua DPD RI, LaNyalla Mahmud Mattalitti kepada FIVE.

Ia mengatakan beberapa daerah kepulauan telah membentuk kesepahaman terkait keadilan perlakuan dan pengurusan dari Pemerintah Pusat.

“Tercatat ada delapan daerah provinsi kepulauan, Maluku, Kepulauan Riau, Nusa Tenggara Timur, Kepulauan Bangka Belitung,  Sulawesi Utara, Maluku Utara, Sulawesi Tenggara, dan Nusa Tenggara Barat,” ujarnya.

Namun, LaNyalla mengungkapkan masih terdapat “ganjalan” bagi DPD dalam menjalankan fungsi legislasinya.
Ketentuan Undang-Undang tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3) yang ada saat ini masih mereduksi kewenangan DPD sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945 dan relasi kekuasaan DPR, DPD, dan Presiden masih belum ideal.

“Kewenangan konstitusional DPD yang dikebiri jelas tidak mendukung pelaksanaan fungsi perwakilan yang dimilikinya, hal ini lebih berat ketimbang political representative,” kata LaNyalla.

Banyak hal yang disampaikan Ketua Umum PSSI tahun 2015-2016 ini. Seperti mendukung Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk membawa ke ranah hukum dugaan adanya kartel minyak goreng, pindahnya Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur, serta perlunya perhatian serius dari semua pihak agar lonjakan kasus varian Omicron Covid-19 dapat dicegah. Berikut petikan wawancaranya :

Bisa Bapak jelaskan, apa saja capaian dan kinerja yang telah dilakukan DPD di periode saat ini ?

Banyak hal yang telah kami lakukan. Di bidang legislasi, DPD mengasilkan beberapa produk legislasi, di antaranya RUU Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat sebagai usul inisiatif lembaga yang disusun dalam rangka menjamin dan melindungi masyarakat adat untuk mengakses sumber daya agraria, pandangan terhadap RUU Ibu Kota Negara dengan berbagai catatan. Juga RUU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Selain itu ?

Di Sidang Paripurna DPD yang lalu, dalam rangka mempercepat penyelesaian permasalahan di masyarakat, kami sepakat untuk membentuk Pansus PCR, Pansus BLBI, dan Pansus Cipta Kerja.

DPD juga menerima aspirasi dari Kesultanan Kerajaan Nusantara Republik Indonesia, memfasilitasi pertemuan Menteri Agama, Menteri PAN RB, dan sembilan Rektor IAIN dalam rangka transformasi lembaga menjadi Universitas Islam Nasional (UIN). DPD memfasilitasi pengaduan dari Nasabah korban Jiwasraya melalui opsi restrukturisasi Polis Jiwasraya.

Di daerah pemilihan saya, Jawa Timur saya telah mengusahakan untuk menjembatani penyelesaian masalah hak pengelolaan lahan oleh Pemerintah Kota Surabaya yang dihuni masyarakat Kota Surabaya sebagai pemegang izin pemakaian tanah atau Surat Ijo. Selain itu, pengembangan Pelabuhan Teluk Lamong yang melibatkan PT Pelindo III, BUMD, dan mitra usaha lain.

Menurut Bapak, apa tantangan yang dihadapi DPD dalam melaksanakan fungsi, tugas dan wewenangnya sebagai lembaga perwakilan daerah di Tanah Air ?

Jadi begini, UUD 1945 mengatur mekanisme penyelenggaraan kedaulatan rakyat sesuai fungsi, tugas, dan wewenangnya.

DPR, DPD, dan Presiden menyelenggarakan kedaulatan rakyat di bidang legislasi, namun relasi kekuasaan di tiga lembaga itu masih belum ideal. Dalam sistem konstitusi negara kita, kekuasaan masing-masing lembaga negara diatur agar saling memeriksa dan saling mengimbangi antara satu dan lain, sistem diatur untuk memastikan kekuatan politik terkonsentrasi di tangan individu atau kelompok tertentu.

Ketentuan UU MD3 yang ada saat ini masih mereduksi kewenangan DPD sebagaimana diamanatkan UUD 1945. UU MD3 yang baru belum menyuguhkan tata relasi kelembagaan yang baik, bahkan lebih mengikis kewenangan konstitusional DPD, terkait hal tersebut berarti pembentuk UU MD3 secara nyata tidak menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 92/PUU-X/2012 dan Nomor 79/PUU-XII/2014.

Kewenangan konstitusional DPD yang dikebiri jelas tidak mendukung pelaksanaan fungsi perwakilan yang dimilikinya, hal ini  lebih berat ketimbang political representative.

Pemerintah menyusun roadmap menuju Indonesia tahun 2045, di antaranya pemerataan pembangunan di luar Jawa. Tanggapan Bapak?

Kelahiran DPD itu bertujuan untuk menjembatani aspirasi daerah di tingkat pusat dengan memberikan kebijakan pembangunan nasional yang diharapkan menjadi  perekat dalam memperkuat ikatan daerah-daerah dalam wadah NKRI melalui pemerataan pembangunan di dalam dan terutama di luar Jawa.

Dalam sistematika UUD 1945, DPR dan DPD mengimplementasikan mekanisme checks and balances dalam paradigma demokrasi-desentralistik. Demokrasi desentralistik adalah konsep partisipasi atau keikutsertaan daerah (teritorial) dalam perumusan kebijakan di tingkat nasional.

Dengan paradigma seperti ini, peran DPD justru sangat strategis guna mensinkronkan kepentingan daerah dengan kepentingan  politik pusat.

DPD sebagai wakil daerah tidak memiliki ruang dalam menentukan wajah dan arah perjalanan bangsa dengan mengusung calon pemimpin bangsa. Bagaimana komentar Bapak. Apakah saat ini waktu yang tepat untuk melakukan amandemen UUD 1945 dalam rangka Menuju Indonesia Maju ?

Amandemen ketiga UUD 1945 seringkali menuai kritik karena dianggap telah melahirkan DPD yang lemah. Berangkat dari kondisi tersebut, muncul keinginan kuat untuk menyetarakan peran dan wewenang DPD dengan DPR dengan melakukan amandemen kembali terhadap UUD 1945.

Rakyat Indonesia untuk pertama kalinya memilih anggota DPD pada tahun 2004, yang merupakan lembaga perwakilan baru dalam struktur bikameral ketatanegaraan Indonesia. Kehadiran DPD diharapkan membawa dampak, baik terhadap kehidupan demokrasi, dinamika pembangunan dan kemajuan daerah, hubungan antar lembaga-lembaga negara, maupun terhadap upaya memperkuat kesatuan daerah-daerah dalam wilayah Indonesia.

Keberadaan DPD melahirkan satu konsep ketatanegaraan baru di Indonesia, dari parlemen yang hanya terdiri dari satu kamar, menjadi parlemen yang memiliki dua kamar, walaupun konsep bikameralismenya masih dipertanyakan, karena ketidakseimbangan wewenang antara DPR dan DPD serta MPR yang permanen.

Apa alasan utama lahirnya DPD ?

Satu, kebutuhan untuk mengartikulasikan aspirasi masyarakat daerah secara struktural. Lembaga yang merepresentasikan wilayah-wilayah, diharapkan mampu mengakomodasi kepentingan masyarakat di daerah melalui institusi formal di tingkat nasional, memperbaiki kehidupan ketatanegaraan dan demokratisasi melalui mekanisme checks and balances antara kedua kamar.

Keberadaan sistem bikameral lembaga perwakilan diharapkan semakin meningkatkan kualitas fungsi legislasi dan pengawasan. Namun, dorongan untuk menciptakan sistem bikameral yang sejati untuk mencapai dua tujuan tersebut tidak diadopsi utuh. DPD dilahirkan tapi konsep bikameralnya masih dipertanyakan.

Jadi amandemen UUD 1945 perlu segera dilakukan ?

Perlu, dalam koridor memperkuat peran DPD sebagai wakil daerah dari jalur non partisan.

Pemerintah memutuskan memindahkan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur. Tanggapan Bapak ?

Pemerintah harus menyatakan secara terbuka dan jelas, bagaimana nasib aset-aset negara yang ada. Seperti Gedung Parlemen di Senayan, Istana Negara dan semua kantor kementerian dan lembaga yang akan ditinggalkan. Jangan sampai berubah kepemilikan ke perorangan atau perusahaan swasta.

Bagaimana dengan Jakarta ?

Jakarta harus memilih mau menjadi kota kelas dunia yang seperti apa? Karena secara teori, kita tidak bisa melayani semua. Karena melayani semua, sama dengan tidak melayani siapapun. Makanya tentukan mau menjadi kota kelas dunia seperti apa ?

Jika mau jadi kota pusat keuangan, Hong Kong, Singapura dan Tokyo bisa menjadi acuan. Atau kota budaya, seperti Berlin, Copenhagen, Stockholm.

Pilihan lainnya jadi kota global baru, seperti Boston, Chicago, Madrid, Milan, dan Toronto. Dan masih banyak pilihan lainnya.

Semua pilihan itu memiliki diferensiasi masing-masing. Jadi sejak awal, Jakarta harus menentukan kota kelas dunia seperti apa dengan keunggulan kompetitif serta komparatif apa yang akan dimaksimalkan.

Dari semua pilihan itu, apakah harus ada prasyarat standar untuk jadi kota kelas dunia. Apa saja ?

Di antaranya, kestabilan politik dan pertumbuhan ekonomi yang terukur dan berkesinambungan. Selain itu, kota kelas dunia mutlak dikelola dengan pemerintahan yang bersih, transparan dan patuh hukum.

Lalu harus ada peraturan yang menunjang pelayanan publik dengan sangat baik. Termasuk pelayanan transportasi publik yang nyaman dan aman. Dan selain dilengkapi infrastruktur modern, yang tak kalah penting, harus bebas banjir.

Syarat yang lain ?

Kualitas Sumber Daya Manusia di Jakarta juga harus meningkat sesuai standar SDM kota kelas dunia.

Dalam beberapa hari ini harga minyak goreng naik tajam, bahkan di sejumlah daerah minyak goreng sulit didapati di toko-toko kecil. Padahal di Indonesia terdapat banyak kebun sawit. Komentar Bapak ?

Saya juga heran, padahal Presiden juga sudah memberi instruksi jajarannya untuk memastikan minyak goreng tersedia dengan harga eceran tertinggi yang sudah ditetapkan, yaitu Rp 14 ribu per liter.

Menurut saya ini membuktikan adanya kegagalan dalam memahami psikologi konsumen dan supply chain-nya. Serta belum ada kebijakan minyak goreng dari hulu dan hilir yang terkontrol dengan baik. KPPU bilang hanya ada empat perusahaan yang menguasai perdagangan minyak goreng di Indonesia.

Ada penilaian para pemilik lahan konsesi sawit lebih mengutamakan pasar ekspor daripada memenuhi kebutuhan dalam negeri ?

Mereka ini sudah berpuluh tahun mendapat konsesi lahan, bahkan memiliki industri turunannya, dari hulu sampai hilir mereka kuasai bertahun-tahun. Bahkan salah satu paket bansos dari Pemerintah juga berupa minyak goreng. Yang artinya masuk ke mereka juga uang bansos itu. Tapi minyak goreng langka dan mahal masih juga terjadi.
Jadi saya dukung Pemerintah, melalui Polri dan KPPU mesti mengusut dugaan kartel dan kemungkinan adanya penimbunan.

Dalam satu kesempatan, Bapak pernah mengatakan Pancasila bukan baru lahir pada tahun 1945. Bisa dijelaskan ?

Pancasila bukan baru lahir pada tahun 1945. Bung Karno sendiri menyebut Pancasila sudah ada jauh sebelum itu. Para pendiri bangsa hanya menemukan dan menetapkan Pancasila sebagai way of life bangsa ini pada 18 Agustus 1945. Sebagai falsafah negara bangsa ini. Pancasila adalah wadah yang sempurna untuk menampung Kebhinekaan yang ada di Indonesia.

Para pendiri bangsa dengan pikiran luhur dan suasana kebatinan yang sama, mereka menyusun Sistem Tata Negara dan Sistem Ekonomi kita, yang kita kenal dengan Demokrasi Pancasila dan Ekonomi Pancasila. Itulah sistem yang sesuai dengan watak dasar, atau DNA Nusantara yang kita proklamasikan dengan nama Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Bapak melihat pemikiran luhur para pendiri bangsa ini masih ada sampai sekarang ?

Sudah hilang melalui Amandemen 20 tahun yang lalu. Kita sudah secara sengaja mencabut dari DNA asli kita, untuk menjadi bangsa lain. Kita juga sengaja melupakan begitu saja cita-cita luhur para pendiri bangsa ini, demi untuk menjadi bangsa lain, demi kebanggaan yang semu, yang menyatakan bahwa demokrasi barat adalah yang terbaik.

Padahal, negara-negara yang besar, selalu ditandai dengan kemampuan dan kemauan negara tersebut untuk menempatkan dan menghargai sejarah peradaban dan sejarah kelahirannya seperti yang dilakukan China, Jepang dan Korea serta negara-negara yang memiliki sejarah panjang peradaban.

Bagaimana DPD melihatnya ?

DPD terus menggelorakan, bahwa kita harus melakukan koreksi total atas Sistem Tata Negara Indonesia, sekaligus melakukan koreksi atas Arah Perjalanan bangsa ini ke depan.

Kita harus berani bangkit. Harus berani melakukan koreksi untuk Indonesia yang lebih baik. Untuk Indonesia yang berdaulat, berdikari dan mandiri. Untuk mewujudkan tujuan hakiki dari lahirnya negara ini, yaitu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Tanggapan Bapak dari melonjaknya kasus varian Omicron Covid-19 di Tanah Air ?

Ini perlu menjadi perhatian serius semua pihak. Dari pemerintah pusat dan daerah, perusahaan swasta dan masyarakat itu sendiri. Segera lakukan langkah supaya penyebaran varian ini bisa dicegah sehingga tidak membuat lonjakan kasus Covid-19 lagi. Sosialisasi secara masif tentang pentingnya protokol kesehatan juga tidak kalah penting dengan melihat pergerakan Covid di daerah masing-masing.