Jakarta - Pendelegasian kewenangan Pemerintah Pusat kepada provinsi tidak disertakan petunjuk teknis dan terbatas sehingga provinsi harus menyusun secara mandiri.
Sementara tuntutan pengendalian pemanfaatan ruang sangat tinggi termasuk menilai kinerja pelaksanaan penataan ruang Kab/Kota, melakukan koordinasi dan sinkronisasi kelembagaan dengan bidang pertanahan, pengintegrasian matra darat dan laut dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) yang menyebabkan perluasan tugas provinsi dalam aspek perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Di samping itu, RTR yang mengintegrasikan Analisis Daya Dukung sering dianggap penghambat pembangunan dan investasi.
Hal ini menjadi temuan dalam bahasan Kunjungan Kerja Komite I DPD RI ke Bandung, Jawa Barat, Senin (27/03).
Dalam pertemuan yang bertempat di Gedung Sate tersebut, Komite I mengadakan dialog dengan Pemprov Jawa Barat yang diterima oleh Biro Hukum dan HAM Pemprov Jawa Barat; Kadis Tata Ruang dan Bina Marga; Perwakilan Kantor Pertanahan Jawa Barat; Forkopimda; Bappeda Jawa Barat; Forum Penataan Ruang Jawa Barat; dan sejumlah OPD Provinsi Jawa Barat.
Hadir Wakil Ketua III Komite I DPD RI dan sekaligus pimpinan rombongan, Darmansyah Husein (Bangka Belitung) yang didampingi oleh Senator Abdul Kholik (Jawa Tengah), Nanang Sulaiman (Kaltim) dan Fachrul Razi.
Dalam sambutannya, Senator Darmansyah menekankan bahwa pembangunan Daerah lebih terarah jika diberikan batasan mengenai kebijakan salah satunya Tata Ruang.
Oleh karena itu, Dokumen Tata Ruang tidak terpisahkan dengan dokumen pembangunan. Dalam dataran praktik, pengaturan tata ruang diatur dengan undang-undang dan kemudian dengan Perda.
“Perencanaan Tata Ruang menjadi sangat penting bagi Provinsi, Kabupaten dan Kota. Perencanaan yang baik akan memberikan tata ruang yang baik. Pelanggaran tata ruang akan mengakibatkan berbagai persoalan salah satunya adalah bencana alam, kerusakan lingkungan, dan sebagainya.”
Senator Darmansyah juga menekankan dengan berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja khususnya yang berkaitan dengan Penataan Ruang, kewenangan ada di Pusat, kewenangan Provinsi, Kabupaten dan kota dengan Norma Standar Prosedur Kriteria (NSPK) yang ditetapkan oleh Pusat. Oleh karena itu, hal ini mengubah perspektif Tata Ruang yang lebih sentralistik.
Sementara, Pemprov Jawa Barat melalui Kepala Biro Hukum dan HAM menyampaikan bahwa Penyelenggaraan Penataan Ruang di Jawa Barat diatur dengan Perda Tata Ruang Jawa Barat yakni Perda Nomor 9 Tahun 2022.
Progres penyusunan RTRW saat ini terdapat 4 yang sudah ada Perda, 7 proses di Kementerian, 7 Pembahasan di Provinsi, 1 Evaluasi Biro Provinsi, 5 proses penyusunan revisi, dan 3 belum memasuki masa revisi dari total 27 Kab/Kota yang ada di Jawa Barat.
Dengan adanya Undang-Undang Cipta Kerja yang berkaitan dengan penataan ruang di Jawa Barat, belum ada petunjuk teknis penilaian perwujudan RTR dan petunjuk teknis penyelesaian sengketa penataan ruang yang turut memperlambat proses penataan ruang di Jawa Barat.
Pemprov Jawa Barat juga menyoroti kedudukan RTR sebagai acuan rencana pembangunan, RTR yang mengintegrasikan Analisis Daya Dukung yang dianggap sebagai penghambat pembangunan dan investasi, pengintegrasian Matra Darat dan Laut dalam RTRWP, dan pembatasan kewenangan provinsi secara formal sedangkan pelibatan dan tanggung jawab yang besar secara defacto ada di provinsi.
Sedangkan Forum Penataan Ruang yang diwakili oleh Topan Suranto menyambut baik adanya Forum Penataan Ruang yang melibatkan kelompok masyarakat dimana sebelumnya masyarakat tidak terlibat, tujuannya untuk memperkuat posisi dan peran masyarakat dalam mempengaruhi Penataan Ruang di Daerah.
Selain itu, melalui Forum Cekungan Bandung menyampaikan perlunya Pemenuhan Ruang Terbuka Hijau di Daerah perkotaan khususnya fungsi yang bersifat sosial ekonomi dan estetika.
Dialog yang berlangsung dalam suasana puasa Ramadhan yang penuh berkah ini berakhir pada pukul 12.30 dengan suatu pernyataan penutup dari Senator Darmansyah yang menyatakan bahwa persoalan penataan ruang yang ditemukan di Jawa Barat serta aspirasi dari Pemprov Jawa Barat sebagai catatan bahan masukan di tingkat pusat, khususnya dalam Rapat Kerja Komite I dengan mitra kerja Komite I (Kementerian ATR/BPN).
Senator Darmansyah Husein juga menggarisbawahi tentang masih banyaknya pekerjaan dalam penyusunan RTRW Kab/kota, persoalan RTDR Kab/Kota yang belum selesai, dan belum semua Petunjuk Teknis diterbitkan terkait penataan ruang.