Jakarta - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengatakan, pemerintah telah membentuk Badan Bank Tanah yang memiliki fungsi melaksanakan perencanaan, perolehan, pengadaan, pengelolaan, pemanfaatan, dan pendistribusian tanah.
Ia menilai, Badan Bank Tanah dapat mengatasi masalah ketersediaan lahan dan mendorong pembangunan hunian vertikal dengan mempermudah pemberian haknya.
"Dengan adanya Bank Tanah kita punya tanah hampir sekitar 26 ribu hektare yang didapatkan dari tanah telantar, dan kita berikan kemudahan (pemberian haknya, red) untuk tanah-tanah dengan bangunan bertingkat supaya pembangunan backlog bisa kita selesaikan," jelas Suyus Windayana dalam Seminar Perumahan Nasional Kongres II Himperra Tahun 2023 dengan tema "Menyongsong Indonesia Emas 2045 Tanpa Backlog Perumahan" yang diselenggarakan di Hotel Raffles, Jakarta, pada Rabu (06/12/2023).
Pada pemberian hak untuk hunian vertikal, dikatakan Sekjen Kementerian ATR/BPN telah diatur dalam Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 18 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penetapan Hak Pengelolaan dan Hak Atas Tanah.
Ia mengungkapkan, dalam pemberian Hak Guna Bangunan (HGB) di atas tanah negara maka jangka waktu pemberian perpanjangan dapat dilakukan sekaligus dengan jangka waktu akumulatif paling lama 50 tahun setelah memperoleh Sertifikat Laik Fungsi. Kemudian, pemberian HGB di atas tanah Hak Pengelolaan (HPL) maka jangka waktu pemberian, perpanjangan dan pembaruan dapat dilakukan sekaligus dengan jangka waktu akumulatif paling lama 80 tahun setelah memperoleh Sertifikat Laik Fungsi.
"Untuk rumah susun kita bisa berikan 50 tahun HGB yang diatas tanah negara, kemudian yang di atas HPL kita bisa berikan 80 tahun. Tapi, di tahun ke-30 akan kita cek, dimanfaatkan atau tidak, kalau dimanfaatkan akan berlaku lagi haknya. Ini kemudahan yang diberikan kepada Bapak/Ibu untuk memudahkan proses yang kaitannya masalah administrasi," ujar Sekjen Kementerian ATR/BPN.
Pembangunan hunian vertikal sangat dianjurkan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal tersebut juga bisa mengurangi permasalahan terkait Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD).
"Mungkin kita harus mulai berpikir membangun ke atas seperti negara tetangga Malaysia yang bisa tinggal di apartemen tapi apartemennya jangan terlalu kecil," ucap Suyus Windayana.
Dalam kesempatan ini, Sekjen Kementerian ATR/BPN turut menyosialisasikan implementasi sertifikat tanah elektronik yang diluncurkan Presiden Joko Widodo pada 4 Desember lalu.
Menurutnya, dengan diberlakukannya sertipfikat tanah elektronik, sangat berpengaruh terhadap efisiensi waktu dalam penerbitan sertipikat.
"Ke depan, dengan proses format perubahan ini saya harapkan waktunya lebih cepat lagi. Kalau dulu prosesnya diukur, dicetak, diparaf proses kembali ke buku tanah manual, dijahit, dan dicetak. Ke depan dengan format lebih simple satu lembar setelah diukur bisa langsung keluar karena subjeknya tidak berubah," imbuh Sekjen Kementerian ATR/BPN.
Selain efisien dalam penerbitan sertifikat, Suyus Windayana menambahkan, Sertifikat tanah elektronik dapat memudahkan masyarakat dalam proses administrasi pertanahan, khususnya untuk jual beli dan Hak Tanggungan.
"Kalau sekarang masyarakat beli tanah dari pengembang, kemudian biaya dari perbankan, ada dua proses dilakukan jual beli dan Hak Tanggungan," ucapnya.
"Dengan proses baru ini, bisa dilakukan sekaligus didaftarkan, jual beli dan Hak Tanggungan satu kali proses. Jadi banyak hal implikasi manajerial untuk memberikan kemudahan kepada masyarakat," pungkas Suyus Windayana.