Menteri Diminta Kurangi Pemanggilan Terhadap Kepala Daerah

Marhadi | Senin, 06 Juli 2020 - 15:46 WIB
Anggota Komisi II DPR RI Hugua menyampaikan, terlalu banyaknya panggilan ataupun undangan kepada kepala daerah oleh para menteri berdampak pada semakin kecilnya kesempatan bagi para Bupati untuk bekerja di daerahnya.

Menteri Diminta Kurangi Pemanggilan Terhadap Kepala Daerah
Anggota Komisi II DPR RI, Hugua (Ist)
-

Jakarta - Anggota Komisi II DPR RI Hugua menyampaikan, terlalu banyaknya panggilan ataupun undangan kepada kepala daerah oleh para menteri berdampak pada semakin kecilnya kesempatan bagi para Bupati untuk bekerja di daerahnya.

Dikatakannya, kalau semua panggilan itu dituruti tanpa dipilah sesuai dengan urgensi kepentingannya, bisa dikatakan pejabat daerah tersebut akan tetap berada di Jakarta guna memenuhi panggilan para menteri ketimbang melaksanakan tugasnya  di daerah.

Saat Rapat Kerja Komisi II DPR RI dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB), Komisi Apartur Sipil Negara (KASN), dan Badan Kepegawaian Nasional (BKN) di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/7/2020), Hugua mengusulkan agar KemenPAN-RB membuat edaran terkait kesibukan pejabat daerah di  akibat adanya pemanggilan oleh para menteri.

“Saya mengusulkan adanya surat edaran dari KemenPAN-RB berkaitan dengan kesibukan pejabat daerah akibat adanya pemanggilan oleh para menteri. Terlalu banyak panggilan, sehingga kalau dituruti maka kepala daerah tidak kembali ke daerah. Bupati kalau ada di Jakarta memang karena sistem yang memungkinkan itu,” kata Hugua.

Kepada MenPAN-RB, Hugua minta agar pemanggilan terhadap pejabat daerah oleh para menteri dibatasi. “Kalau boleh ada surat edaran dari KemenPAN-RB kepada semua menteri, dan disampaikan pada saat rapat terbatas (ratas). Supaya tidak sesuka-sukanya para menteri memanggil para Bupati, padahal urusannya terkadang hanya masalah koordinasi,” ucap Hugua.

Selain itu, berkaitan dengan masalah Bimbingan Teknis (Bimtek) dan APBD, Hugua meminta agar ada pengaturan dan penataan terhadap masalah Bimtek tersebut agar tidak menyebabkan bengkaknya anggaran didaerah.

“Lembaga seperti apa yang bisa memberikan Bimtek. Masa para LSM bisa membimtek para Bupati dan juga Anggota DPR. Akreditasinya seperti apa, dan anggaran Bimtek ini agar ditata ke bawah seperti apa,” tuturnya.

Menyangkut pesoalan tenaga honorer K2, Hugua menyambut baik langkah BKN yang telah melakukan pengangkatan tenaga honorer K2 sebanyak 51.293 orang. Ia memaparkan, ada satu (kejadian) yang menarik, dimana ada seorang tenaga honorer K2 yang terpilih untuk diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang saat ini usianya sudah 57 tahun akan masuk ke umur 58 tahun, artinya begitu ia diangkat menjadi PPPK ia akan langsung dipensiunkan.

“Kami senang sekali, seperti penjelasan BKN tadi bahwa tinggal Perpres yang berkaitan dengan gaji. Dan saya minta kepada MenPAN-RB agar ada roadmap penyelesaian tenaga honorer K2 yang jumlahnya 430 ribu orang. Saya kira kalau bisa di-roadmap kan selama 6 tahun penyelesaiannya, tentu ini menjadi salah satu langkah sebelum UU ASN nanti kita sempurnakan seperti apa polanya,” terangnya.

Paling tidak, lanjut Hugua, kalau 51 ribu (tenaga honorer K2) pertahun diselesaikan menjadi PPPK, dan ini diserahkan kepada pemerintah daerah, penyelesaiannya akan lebih ringan.

“Jadi bukan beban pemerintah pusat, tetapi beban pemerintah daerah. Di samping (bidang) guru dan tenaga kesehatan, tenaga administrasi juga penting untuk dipikirkan dan diselesaikan melalui sistem PPPK,” ujar politisi Fraksi PDI Perjuangan itu.