Kejagung Berencana Panggil Sandra Dewi

Fuad Rizky Syahputra | Rabu, 03 April 2024 - 18:09 WIB
Kejaksaan Agung (Kejagung) berencana memeriksa selebritas Sandra Dewi dalam kasus kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022. Sandra Dewi merupakan istri dari Harvey Moeis, salah satu tersangka korupsi tambang timah ilegal.

Kejagung Berencana Panggil Sandra Dewi
Kepala Pusat Penerangan Hukum Dr. Ketut Sumedana.
-

Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) berencana memeriksa selebritas Sandra Dewi dalam kasus kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022.

Sandra Dewi merupakan istri dari Harvey Moeis, salah satu tersangka korupsi tambang timah ilegal.

"Iya tidak menutup kemungkinan (Sandra Dewi) juga akan dipanggil akan diklarifikasi. Semua tidak ada yang tak mungkin," ujarnya kepada wartawan, Rabu (3/4).

"Sepanjang ada fakta hukum, ada alat bukti mengarah ke sana kita akan periksa. Karena kita ingin membuat terang tindak pidana," imbuhnya.

Di sisi lain, Ketut enggan berkomentar lebih jauh ihwal kepemilikan Rolls Royce yang sebelumnya disita oleh penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus.

Ia hanya menegaskan penyitaan dilakukan lantaran pembelian Rolls Royce tersebut terindikasi dari aliran dana korupsi timah.

"Saya belum bisa sampaikan disini, yang jelas itu (Rolls Royce) ada keterkaitan ada tindak pidana. Saya enggak mau terlalu jauh terkait hadiah ulang tahun atau apa," katanya.

Kejagung telah menetapkan 16 tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah. Mulai dari Direktur Utama PT Timah 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani hingga Harvey Moeis sebagai perpanjangan tangan dari PT Refined Bangka Tin.

Kejagung menyebut nilai kerugian ekologis dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp271 Triliun berdasarkan hasil perhitungan dari ahli lingkungan IPB Bambang Hero Saharjo.

Nilai kerusakan lingkungan terdiri dari tiga jenis yakni kerugian ekologis sebesar Rp183,7 triliun, ekonomi lingkungan sebesar Rp74,4 triliun dan terakhir biaya pemulihan lingkungan mencapai Rp12,1 triliun.

Kendati demikian, Kejagung menegaskan bahwa nilai kerugian tersebut masih belum bersifat final. Kejagung menyebut saat ini penyidik masih menghitung potensi kerugian keuangan negara akibat aksi korupsi itu.