Bimas Katolik dan Mitra Bahas Pengelolaan Pendidikan Keagamaan Katolik

Fuad Rizky Syahputra | Minggu, 21 April 2024 - 16:58 WIB
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik bersama mitra kerja yang adalah Komisi Pendidikan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Komisi Pendidikan keuskupan se-Indonesia membahas pengelolaan pendidikan keagamaan Katolik yang berlangsung pada 18 s.d 21 April 2024 di Jakarta.

Bimas Katolik dan Mitra Bahas Pengelolaan Pendidikan Keagamaan Katolik
Dirjen Bimas Katolik Suparman. Dok: Istimewa
-

Jakarta - Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik bersama mitra kerja yang adalah Komisi Pendidikan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Komisi Pendidikan keuskupan se-Indonesia membahas pengelolaan pendidikan keagamaan Katolik yang berlangsung pada 18 s.d 21 April 2024 di Jakarta.

Rapat koordinasi tersebut membahas salah satu isu penting terkait rancangan PP Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah, Pendidikan Nonformal, dan Pendidikan Informal yang di dalamnya memuat salah satunya terkait pendidikan Katolik.

Dirjen Bimas Katolik Suparman berharap agar Bimas Katolik dan mitra secara serius memikirkan soal penamaan (nomenklatur lembaga pendidikan keagamaan ini) agar sungguh-sungguh menunjukkan ciri khas yang tepat sesuai arah tujuan pendidikan keagamaan Katolik.

Sekretaris Jenderal KWI Mgr. Paskalis Bruno Syukur, OFM mengatakan ada tiga ajaran penting gereja Katolik yang harus ada dan menjiwai semua lembaga pendidikan Katolik.

Uskup Paskalis menyebut tiga ajaran tersebut dalam pemahaman teologi penciptaan, teologi inkarnasi dan teologi keselamatan.

Teologi penciptaan, jelas Uskup Paskalis, menjadi spirit pendidikan Katolik. Allah sebagai pencipta dan manusia mengambil bagian dalam penciptaan (co-creator).

Dalam konteks co-creator pendidikan Katolik, harus bisa menyiapkan manusia yang mampu menciptakan pribadi yang kreatif dan menciptakan harmonis.

“Allah menciptakan manusia dalam keberagaman oleh karena itu pendidikan harus mengarahkan peserta didik untuk menghargai perbedaan dalam keberagaman, menciptakan harmonis bukan chaos,” ungkap Uskup Paskalis.

Terkait teologi inkarnasi, Uskup Paskalis, yang juga adalah Uskup Keuskupan Bogor, menjelaskan inkarnasi adalah misteri penjelmaan Allah menjadi manusia. Allah mengosongkan diri dan mengambil rupa manusia.

“Ini ajaran sangat khas dan menjadi identitas iman Katolik. Inkarnasi adalah perwujudan kasih Allah. Inilah solidaritas tinggi Allah untuk keselamatan manusia. Solidaritas menjadi kata kunci,” jelas Uskup.

Kata Uskup, implikasi teologi inkarnasi bagi pendidikan Katolik adalah pendidikan Katolik hendaknya menjadi manusia yang memiliki solidaritas kepada manusia dan alam semesta.

“Misteri inkarnasi harus terwujud dalam solidaritas kita. Pengajaran pendidikan Katolik jangan menjadikan manusia fundamentalis tapi cinta akan manusia dan alam semesta,” ucap Uskup seraya berharap pendidikan Katolik hendaknya mendorong peserta didik terlibat dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.

Lebih lanjut terkait teologi keselamatan, Uskup menjelaskan teologi keselamatan berkaitan dengan tindakan kasih Allah kepada manusia.

Begitu besar kasih Allah maka Ia mengutus putra-Nya untuk menyelamatkan manusia.

“Dalam konteks pendidikan, kita hendaknya memastikan pendidikan Katolik mendidik peserta didik untuk berani berkorban membawa keselamatan, kesejahteraan, dan bonum commune,” pungkasnya.

Dalam rakor tersebut mencuat wacana untuk memberikan nomenklatur seminari pada jenjang pendidikan Katolik di bawah binaan Ditjen Bimas Katolik.