Bogor - Dalam video yang diunggah oleh akun TikTok @H.Yusep tersebut, ia menyebut nama Gubernur Jawa Barat Dedy Mulyadi dalam konteks isu perizinan tambang yang dinilai tebang pilih.
Dalam unggahannya, H.Yusep juga mempertanyakan legalitas pemasangan pagar besi di area yang diklaim sebagai wilayah Hutan Kemasyarakatan (HKM) Ciguha River yang lokasinya berdekatan dengan PT Antam.
“Di dalamnya ada apa sih, berapa biaya bangunnya, kenapa sampai harus dipagar, apa ada payung hukumnnya?,” tanya Yusep saat dikonfirmasi, Sabtu (24/5).
“Kalau memang tidak ada izinnya, maka ini harus dipertanyakan. Kenapa pihak HKM atau Ciguha River berani melakukan pemagaran besi di kawasan taman nasional?,” lanjutnya.
Namun Yusep tidak mengetahui secara pasti berapa luas lahan yang dibangun pagar teralis besi itu, ia hanya menyebut pemilik HKM tersebut bernama Abang Willy.
“Yang pasang itu pemilik HKM Ciguha River, Abang Willy, kalau luasnya saya enggak tahu persis berapa,” kata pria yang tinggal tidak jauh dari lokasi pemasangan pagar teralis besi ini.
Ilustrasi tambang.
Lebih lanjut, Yusep menyayangkan pemagaran yang disebutnya menutup akses jalan setapak yang telah digunakan warga selama puluhan tahun. Ia menilai tindakan tersebut merugikan masyarakat sekitar.
“Ini bukan hanya soal tambang, tapi soal hak masyarakat atas akses jalan yang sudah ada sejak lama. Satu-satunya jalan adalah duduk bersama antara pihak yang mengeluarkan izin pemagaran dengan masyarakat,” katanya.
Seperti dikertahui, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Barat sempat menyoroti pengelolaan kawasan tambang di wilayah Kabupaten Bogor.
Kegiatan tambang yang terjadi di Gunung Pongkor oleh PT Antam Tbk, salah satunya. Gunung Pongkor terletak di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Kabupaten Bogor.
Keruk-mengeruk dilakukan sejak tahun 1994 Unit Bisnis Pertambangan Emas (UPBE) Pongkor terletak di Desa Bantar Karet, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor.
Selain itu, Kecamatan Nanggung dengan ”gunung emasnya” juga melebarkan perseteruan alam dengan adanya Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di beberapa lokasi.
Investigasi yang dilakukan oleh WALHI Jawa Barat menemukan setidaknya ada 50-100-an titik lubang yang ada di sana.
Anomali terjadi ketika kawasan tidak lagi berfungsi semestinya.
Limbah yang dibuang oleh para penambang emas tanpa izin mencemari aliran sungai Cikaniki juga ekosistem di dalamnya, ikan-ikan pernah mati massal pada tahun 2009.
Keresahan warga juga timbul akibat adanya iritasi kulit yang dialami mereka, sebab sungai tersebut masih berfungsi sebagai kegiatan sehari-hari.
Sungai menjadi hitam akibat limbah sianida ribuan liter setiap harinya yang berasal dari proses pemurnian emas.
"Perusahaan dan PETI makin berkuasa karna seenaknya kemudian ditambah melemahnya kewenangan daerah. Dalam UU Cipta Kerja memberikan penyelenggaraan kegiatan pertambangan kepada pemerintah pusat, dan itu dari hulu ke hilir. Jadi pemerintah daerah dengan ketegasan yang kurang sekarang ditimpa kewenangannya hilang,” ujar Tim Advokasi WALHI Jawa Barat, Fauqi dalam keterangannya.
WALHI Jawa Barat juga menemukan banyak titik-titik tambang ilegal Nanggung di Kampung Ciguha, Desa Bantar Karet.
Menurut Fauzi, ketidaktegasan aparat dan pemerintah daerah seolah lazim. Padahal, masyarakat jelas banyak menerima imbasnya.