Kepala BNPB Dorong Perguruan Tinggi Jadi Penggerak Riset Mitigasi Bencana

Redaksi | Jumat, 10 Oktober 2025 - 16:33 WIB
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto menekankan pentingnya riset ilmiah sebagai dasar kebijakan mitigasi bencana nasional saat membuka Konferensi Internasional Penanggulangan dan Mitigasi Bencana ke-3 (3rd ICDMM) di Universitas Andalas (UNAND), Padang.

Kepala BNPB Dorong Perguruan Tinggi Jadi Penggerak Riset Mitigasi Bencana
Kepala BNPB, Letjen TNI Dr. Suharyanto. Dok: Istimewa.
-

Jakarta - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto menegaskan pentingnya peran perguruan tinggi dalam memperkuat riset kebencanaan sebagai dasar pengambilan kebijakan mitigasi di Indonesia.

Hal itu disampaikan saat membuka Konferensi Internasional Penanggulangan dan Mitigasi Bencana ke-3 (3rd ICDMM) yang digelar di Universitas Andalas (UNAND), Padang.

Dalam paparannya, Suharyanto menekankan bahwa riset ilmiah harus menjadi fondasi utama dalam membangun ketangguhan bangsa terhadap bencana. Ia mengingatkan bahwa 81 persen wilayah Indonesia berada di zona rawan gempa, sehingga pendekatan ilmiah dan kolaboratif menjadi keharusan dalam setiap langkah mitigasi.

Mitigasi tidak bisa sekadar menjadi reaksi setelah bencana terjadi. Semua harus dimulai dari bukti ilmiah, hasil riset, dan kerja sama antara pemerintah, akademisi, dunia usaha, media, serta masyarakat,” ujar Suharyanto di hadapan peserta konferensi dari berbagai negara.

Ia juga menyinggung kembali peristiwa gempa besar yang mengguncang Sumatera Barat pada 30 September 2009 silam dengan kekuatan 7,6 magnitudo.

Bencana itu menelan ribuan korban jiwa, merusak lebih dari 135 ribu rumah, dan menyebabkan kerugian ekonomi hingga Rp22 triliun. Menurutnya, pengalaman tersebut menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya kesiapsiagaan dan mitigasi yang dilakukan secara sistematis.

Suharyanto menjelaskan, BNPB terus memperkuat langkah mitigasi melalui pendekatan ilmiah dan kolaboratif. Salah satunya dengan memanfaatkan hasil riset BRIN dan berbagai universitas untuk pemetaan risiko, termasuk zona megathrust yang digunakan dalam penyusunan peta evakuasi tsunami di ratusan desa rawan.

Pendekatan ini juga disertai dengan penerapan rekayasa tata ruang dan penguatan bangunan tahan gempa, serta pengembangan desain arsitektur yang adaptif terhadap risiko tsunami.

Selain pendekatan teknis, BNPB juga mendorong inovasi berbasis masyarakat dan teknologi. Kecerdasan buatan (AI) mulai dimanfaatkan untuk simulasi bencana, sementara nilai-nilai kearifan lokal seperti arsitektur rumah panggung khas Sumatera Barat didorong agar tetap relevan dan dikombinasikan dengan teknologi modern.

“Kita harus belajar dari pengalaman Jepang pada tahun 2011. Rumah tahan gempa tetap bisa hancur diterjang tsunami. Karena itu, ke depan kita juga perlu membangun rumah tahan tsunami,” tegasnya.

Dalam kesempatan tersebut, Suharyanto menyampaikan apresiasi kepada Universitas Andalas yang telah konsisten menjadi pusat riset dan edukasi kebencanaan di Indonesia.

a menilai, UNAND memiliki peran penting dalam mencetak sumber daya manusia yang tidak hanya tangguh secara akademik, tetapi juga memiliki kesadaran risiko dan kemampuan menghasilkan solusi berbasis ilmu pengetahuan.

“UNAND telah menjadi contoh nyata bagaimana perguruan tinggi bisa berperan aktif, tidak hanya dalam pendidikan, tetapi juga dalam memperkuat ketahanan bangsa terhadap bencana,” ujarnya.

Konferensi internasional ini terselenggara atas dukungan Pemerintah Australia melalui program SIAP SIAGA dan diikuti oleh akademisi, peneliti, serta praktisi dari berbagai negara. Melalui forum ini, BNPB berharap lahir kolaborasi lintas sektor yang dapat mempercepat transformasi riset menjadi kebijakan nyata untuk mewujudkan Indonesia tangguh bencana.