MPR RI Setuju Judicial review Presidential Threshold

Redaksi | Jumat, 07 Januari 2022 - 21:56 WIB
MPR

MPR RI Setuju Judicial review Presidential Threshold
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid
-

Jakarta - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mendukung langkah konstitusional sejumlah pihak yang mengajukan judicial review terhadap UU  No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur ambang batas pencalonan presiden 20 persen ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Hidayat  juga mengapresiasi hakim-hakim MK yang tidak langsung menolak, tetapi mempertimbangkan dengan meminta kepada para pemohon judicial review untuk memperkuat argumentasi.

Menurut Hidayat, sikap hakim yang meminta pihak-pihak pengusul Judicial review  memperkuat argumentasinya, merupakan perkembangan positif sikap MK yang menandakan Hakim-Hakim Mahkamah Konstitusi  mulai bersikap kritis obyektif untuk memenuhi ketentuan konstitusi dan kedaulatan Rakyat.

Itu adalah harapan Warga ketika  mengajukan judicial review. Yaitu,  agar MK mengedepankan aspek ketentuan Konstitusi terkait kedaulatan Rakyat dalam memeriksa dan memutus perkara tersebut.

“Yang Mulia Hakim-Hakim Mahkamah Konstitusi pada Kamis, 6/1/2022 sudah mulai menyidangkan sejumlah permohonan judicial review agar Presidential Threshold menjadi 0%. Semoga para hakim MK  bisa membuat putusan yang lebih memenuhi ketentuan Konstitusi. Yaitu adil dan berpihak kepada rakyat selaku pemilik kedaulatan. Aturan-aturan konstitusional itu secara ekspilisit disebut dalam Pasal 1 ayat (2), Pasal 6A ayat (2) dan Pasal 22E ayat (1) dan ayat (2) UUD NRI 1945,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Jumat(7/1/2022).

HNW sapaan akrab Hidayat Nur Wahid  berharap pasal-pasal tersebut  menjadi pertimbangan para hakim MK menjadi batu uji dalam judicial review tersebut. “Semoga permohonan untuk koreksi PT 20% menjadi 0% itu dapat dikabulkan, agar Pilpres 2024 kelak, memenuhi asas konstitusi dengan kedaulatan Rakyatnya. Dan menjanjikan kemungkinan hasil yang lebih berkualitas,  tidak mengulangi pembelahan sebagaimana Pilpres tahun 2014 dan tahun 2019, karena sangat terbatasnya capres/cawapres akibat pemberlakuan Pemilu serentak dengan ambang batas pencalonan presiden 20 persen,” jelasnya.

HNW sadar,  permohonan uji materi mengenai PT 20 persen ini sebelumnya sudah 17 kali diajukan dan diputus oleh MK dengan amar putusan ditolak dan tidak dapat diterima. Salah satu pertimbangan MK adalah menyatakan bahwa ambang batas pencalonan presiden tersebut diserahkan sepenuhnya kepada pembentuk undang-undang atau open legal policy. Bukan terkait dengan konstitusionalitas norma. Namun,  perlu diingat, putusan tersebut pernah tidak diperoleh secara bulat, setidaknya ada 3 hakim konstitusi ketika itu yang setuju agar PT dihapus.

Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini berharap dengan jawaban Hakim MK tersebut, ada harapan Hakim-Hakim MK sekarang ini melaksanakan kewenangan konstitusionalnya dan mempertimbangkan kedaulatan Rakyat yang mengajukan judicial review. Hal ini mengisyaratkan kemungkinan adanya putusan MK yang  berbeda, karena pemohon memiliki argumentasi yang lebih kuat, akibat diberlakukannya PT 20%.  Juga makin terpetakan, dan komposisi serta spirit hakim Konstitusi yang juga telah berubah.

“Ada banyak warga negara yang kini mengajukan judicial review. Ada para pakar dan tokoh masyarakat, Asosiasi Para Raja Nusantara, bahkan Anggota DPD RI. Termasuk saudara-saudara kita, para WNI di luar negeri. Harapan mereka tentu agar Pilpres 2024 lebih baik proses maupun hasilnya. menghadirkan banyak pasangan calon presiden/wakil presiden sebagaimana harapan publik. Sehingga lebih banyak putra-putri terbaik bangsa yang ikut dalam kontestasi. Tidak mengulangi skeptisisme publik, dan tak mengulangi pembelahan berkepanjangan di tingkat Rakyat sebagaimana Pilpres  2014 dan 2019, akibat pemberlakuan PT 20%,” ujar HNW yang juga Anggota DPR RI dari Dapil Jakarta II meliputi Jakarta Selatan, Jakarta Pusat dan Luar Negeri ini.

Dalam persidangan pendahuluan, pada Kamis (6/1), Hakim Konstitusi memberi masukan kepada pemohon untuk memperkuat argumentasi. HNW berharap bahwa hal tersebut menunjukan keseriusan para hakim MK untuk menangani perkara ini secara lebih aspiratif, mengedepankan pelaksanaan ketentuan Konstitusi, walau sudah dilakukan pengujian beberapa kali. “Saya berharap MK dapat fokus kepada permohonan yang sedang disidangkan ini, tanpa terpengaruh dengan putusan-putusan sebelumnya. Karena argumentasi yang dihadirkan kali ini tentu berbeda dan lebih kuat, dan ada berbagai pengalaman dengan pemberlakuan PT 20% pada Pilpres 2014 dan 2019,” tukasnya.

HNW juga berharap agar pemohon judicial review segera memperbaiki dan memperkuat argumentasinya sebagaimana arahan dari Hakim Konstitusi. Agar nantinya MK menyegerakan keputusan atas permohonan judicial review ini, sehingga  dapat ditindaklanjuti dan disidangkan dengan skala prioritas yang lebih tinggi, mengingat perhelatan Pilpres 2024 sudah semakin dekat. Apabila MK mengabulkan permohonan tersebut, masih cukup waktu bagi DPR, Pemerintah dan/atau lembaga penyelenggara pemilu untuk membuat aturan pelaksananya.

“Agar tidak ada pihak yang berkilah, karena keterbatasan waktu, pelaksanaan keputusan MK yang mengubah PT 20% menjadi 0% persen tidak bisa dilakukan. Ini juga harus diantisipasi oleh MK dan DPR. Demi Pilpres yang lebih adil, berkuwalitas, dan terpenuhinya asas Keadilan serta  Kedaulatan Rakyat sebagai pemilih maupun sebagai pihak yg bisa diusung oleh Partai Politik sebagai calon Presiden/Wapres. Dan menyelesaikan masalah pembelahan di tengah masyarakat sejak Pilpres 2014 dan 2019, akibat pemberlakuan PT 20%,” pungkasnya.